Selasa, 27 Oktober 2009

ideologi kebangsaan

(tan malaka, bung karno, bung hatta, sutan syahrir, moehammad yamin secara ideologis mencari format yang pas untuk kondisi sosial bangsa. dan nilai-nilai (norma) sosialisme sangat cocok dengan kondisi (kultur) bangsa indonesia.

selepas kemerdekaan, indonesia terbentang indah bagai tamansari puspa bangsa. kita mengenali sosok tan malaka bagai sekuntum mawar merah yang sempat mekar, meski hanya semalam. dan bung karno, mempesona bagai bunga flamboyan yang melewati beberapa musim. bung hatta, menebar harum seperti melati putih, bung (sutan) syahrir dan juga mohamad yamin terlihat eksotis bagai bugenvil, sementara panglima besar sudirman tampak bagai bunga teratai yang merekah di tengah keluasan telaga sunyi. inilah mozaik tamansari puspa bangsa di era rezim revolusi 1945 yang heroik romantik. pada tahun-tahun pertama kemerdekaan, atau ketika kedaulatan penuh sudah dicapai, maka bersemailah konsepsi kebangsaan dengan berbagai disiplin pendekatan ideologis. namun yang menonjol pada pergulatan pemikiran yang berkembang saat itu, adanya satu tautan benang merah pada pemikiran mereka bahwa idealisasi kebangsaan yang bercorak sosialisme sangat cocok dengan kondisi (kultur) bangsa indonesia. maka cermati nafas dan jiwa ideologi pancasila serta uud 1945 yang berbasiskan nilai-nilai normatif sosialisme, egalitarianisme, dan acuan filosofi kegotongroyongan. akan tetapi, ketika rezim revolusi yang digerakkan oleh bung karno dkk sedang melakukan konsolidasi kebangsaan, muncul berbagai pergolakan pemberontakan daerah seperti d.i/t.i.i, jatuh bangunnya kabinet, dan gagalnya konstituante merumuskan konstitusi baru, disusul dampak internasional tatkala bung karno memprakarsai sekaligus menggelorakan gerakan nonblok di tengah konfrontasi dua kekuatan blok kapitalis barat dan amerika dengan blok sosialis komunis uni soviet, kuba, china, eropa timur. situasi menjadi benar-benar genting, ketika bung karno menjadi berang dengan berdirinya negara malaya (kini malaysia) yang dibidani oleh inggris. komplikasi politik luar negeri dan dalam negeri mencapai titik didihnya ketika perekonomia bangsa terus memburuk dan bung karno melancarkan mobilisasi umum untuk program "ganyang malaysia". pelan dan pasti, bung karno letih menghadapi pasang surut gelombang pertikaian, konflik, demonstrasi, perekonomian rakyat yang morat-marit. banyak hikmah dapat direnungkan dari perjalanan maupun perjuangan politik bung karno ketika dengan gigih dan gagah menggelorakan semangat bangsanya untuk terbebas dari cengkeraman nekolim (neokolonilisme dan imperialisme), bahkan sungguh-sungguh tak gentar menghadapi hegemoni rezim kapitalisme internasional melalui berbagai perlawanan konseptual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar