Rabu, 16 Mei 2012

bung karno: kemerdekaan adalah jembatan emas




salam revolusi! saudara sekandung negeri, keluarga besar republik indonesia yang majemuk. diselingi menyeruput secangkir kopi kenthel dan manis, pagi ini terkenang satu statement historis bung karno melalui risalah kemerdekaan yang ditulisnya pada tahun 1933: "kemerdekaan, politieke onafhkelijkheid, political independence, tak lain adalah satu jembatan emas...". dalam konteks ini, mari kita tengok realitas sosial saat ini. kemerdekaan, dalam konsepsi bung karno merupakan modal berharga, sebentang jembatan emas. akan tetapi, kini hampir setengah abad berlalu, jembatan emas yang sejatinya dapat kita lintasi untuk mencapai masyarakat sejahtera, adil, makmur sentosa, dengan sengaja sudah kita sia-siakan.

kita dapat realitas kehidupan getir seperti ini: dari rezim ke rezim, utang negara kian menggunung, jutaan rakyat hidup di bawah garis kemiskinan, kesenjangan sosial melebar, pengangguran meningkat, sebagian  saudara kita hidup merana dan telantar di negeri orang, kepepet bekerja sebagai kacung, jongos, babu, dan harus rela dipsosisikan bak budak kolonial, bekerja tanpa gaji, bahkan dianiaya dengan taruhan nyawa. di manakah harga diri, kehormatan, harkat dan martabat bangsa?  para petani, nelayan dan buruh pabrik tak kunjung beranjak sejahtera. dari hulu ke hilir, sektor kelautan (perikanan) dan pertanian kita, keadaannya tak pernah tumbuh dan berkembang baik. 

kita prihatin dengan performa sejumlah pemimpin di pusa dan daerah saat ini. sementara elit parpol, lebih mementingkan tampil necis, dengan aroma parfum berkelas, menikmati pola gaya hidup kaum borjuasi kapitalis liberal barat. mereka ini sesungguhnya musuh bangsa yang paling nyata. mereka memiliki hak privilege, hak ekslusivitas sebagai pejabat negara. mereka berfoya di atas penderitaan hampir 100 juta rakyat miskin. dan untuk memutus mata rantai ini, diperlukan perubahan besar dan mendasar yakni: revolusi zonder kompromi! mengubah haluan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara dari kapitalis neoliberal kembali ke ideologi klasik sosialis pancasila.

baru-baru ini terlontar satu analisis cerdas dari prof jeffrey winters (universitas northwestern) yang berkesempatan berbicara di sebuah forum yang diselenggarakan oleh universitas gadjah mada (ugm), terkait pendapat akademiknya mengenai demokrasi yang tumbuh berkembang di indonesia dewasa ini. dikatakan, bahwa demokrasi politik saat ini cenderung mengacu pada sistem oligarki berbasiskan uang atau kekayaan elit parpol, status serta jabatan formal. dan memang, tak bisa banyak diharapkan dari demokrasi dengan sistem seperti ini.

kemiskinan struktural dan kultural menjadi problem besar di negeri ini. selama kondisi perpolitikan nasional masih berbasiskan pada kepentingan kekuasaan pragmatik, maka selama itulah kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, mustahil dapat diwujudkan. apalagi, jalannya demokrasi kita saat ini cenderung liberal, sehingga puluhan parpol dengan modal kapital kuat senantiasa ingin mendominasi hegemoni politik melalui berbagai manuver modus operandi kotornya. rakyat tak punya pilihan lain, selain memperjuangkan nasibnya sendiri. 
maka sebaiknya rakyat harus melawan dengan segala cara.karena itu, konsolidasikan kekuatan massa rakyat revolusioner, dan bersatulah, galang kekuatan nasional, dan rebut kembali kedaulatan rakyat yang dikooptasi oleh parpol. jadi, sokong terus gerakan perubahan besar dan mendasar: revolusi zonder kompromi!

poros haluan sosialis pancasila




salam revolusi! saudara sekandung negeri, keluarga besar republik indonesia yang majemuk. eksistensi negara republik indonesia, memang tidak sekonyong-konyong jatuh dari langit, melainkan berproses dan memiliki keterkaitan historis dengan perjuangan bangsa pada masa lalu. di dalam perjalanan sejarah bangsa, terdapat spektrum perjuangan heroik seperti “perang jawa” dengan figur sentralnya pangeran diponegoro (1825-1830); lalu di aceh ada episode perjuangan tjoet nyak dien, juga di sumatera barat terdapat episode perjuangan imam bonjol, ngurah rai di bali, pattimura di ambon, pangeran samber nyowo di solo, fatahilah di jakarta, dst. rangkaian perjuangan gigih itu, pastilah berdarah-darah, tak mudah, dan sudah tentu menuntut pengorbanan jiwa raga serta harta benda. 

pada bagian lain dari perjalanan sejarah pra-kemerdekaan, kita pun menandai semacam periodesasi dalam pergerakan kebangsaan misal pergerakan “boedi oetomo” (1908), dan selang 20 tahun kemudian muncul momentum  “soempah pemoeda” (1928); dan selang 20 setelah itu barulah dicapai momentum proklamasi kemerdekaan tahun 1945, tapi 20 tahun kemudian muncul momentum peristiwa kelabu g-30-s (1965), kejatuhan rezim revolusioner bung karno, dan naiknya rezim militeristik soeharto yang kemudian dicatat sebagai  rezim otoriter represif dan korup. butuh selang waktu 32 tahun, sebelum akhirnya rezim ini pun lengser keprabon. dari sini dapat ditandai bahwa perjalanan sejarah bangsa ini, seperti diikat oleh siklus periodesasi yang menandai perubahan-perubahan penting atau signifikan sepanjang rentang waktu 20 tahunan.

tapi harus dicatat di sini, bahwa perjalanan bangsa ini, menemukan momentum emasnya pada masa era generasi soekarno-hatta yang sarat dengan romantisme heroik dan patriotik dalam   membebaskan diri dari belenggu kolonial yang mencengkeram hampir lebih dari 5 generasi. terdapat loncatan revolusioner yang begitu mengagumkan atau gilang-gemilang, baik itu dalam aspek konsepsi pemikiran ideologis politik yang bersifat personal, sikap mental kebangsaan yang bersifat komunal, kesadaran tertinggi spiritualitas nasionalisme, maupun kematangan karakter manusianya sebagai komunitas bangsa. dapat dikatakan masa rentang waktu antara tahun 1945 hingga tahun 1955, merupakan puncak kegemilangan indonesia sebagai sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat dalam arti yang sesungguhnya. karena setelah melewati masa periode itu, bangsa indonesia kembali dihadapkan pada realitas yang amat getir: tercabik-cabik dalam pusaran konflik ideologis pada tahun 1965, disusul dengan sikapnya yang terburu-buru dalam menata strategi kebijakan pembangunan fisik dengan mengabaikan pembangunan demokrasi politik. 

dan menandai dimulainya strategi pembangunan fisik pada tahun 1970-an, rezim militeristik soeharto dengan landasan konsepsi dwi fungsi abri-nya, membuka kebijakan yang cenderung liberal di bidang ekonomi  maupun pengelolaan kekayaan sumber daya alam. ekses dari kebijakan yang tak terkontrol itu, akhirnya indonesia kembali “dikuasai”  oleh bangsa asing. tak cuma itu, indonesia pun tersedot dalam pusaran arus besar kapitalisme neoliberal global. secara de facto, indonesia kembali dijajah atau terjajah, baik itu dibidang ekonomi, politik serta lambat-laun mulai kehilangan jati diri karakter budayanya.
   
dalam konteks ini, bangsa ini perlu segera menyadari posisinya, dan mengatur kembali barisan perjuangan patriotiknya untuk membebaskan diri dari belenggu hegemoni asing, baik itu di bidang ekonomi, politik dan budaya. pada batas ini, kita terngiang seruan historis bung karno tentang apa yang dinamakan sebagai trisakti: berdaulat secara politik, ekonomi, dan memiliki karakter kokoh dalam budaya. karena itu, bangsa ini tak boleh lengah. diperlukan keberanian bersama untuk mendorong momentum perubahan besar dan mendasar, atau dengan kata lain adalah revolusi sosial yang bertujuan memutar poros haluan kebudayaan dari sumbu kapitalisme neoliberalisme ke poros asalnya yakni sosialis pancasila. 

Selasa, 15 Mei 2012

seputar parpol abal-abal




salam revolusi! saudara sekandung negeri keluarga besar republik indonesia yang majemuk.  dari terawangan metafisis seorang yang memiliki mata batin tajam, disebutkan bahwa belum sampai tahun 2014, katanya akan terjadi gonjang ganjing sosial. dan katanya lagi, pada titik brubuh tertentu, rezim pemerintah saat ini, akhirnya akan lengser teguling. dan kemudian, akan terjadi transisi peralihan kekuasaan. fantastis! tapi sebaiknya, kita tak perlu hanyut larut dengan fantasi konstruksi  terawangan seperti itu. kita perlu mendisiplinkan diri dan berpijak pada landasan rasionalitas akal sehat. bahwa kita melihat begitu banyak indikator sosial yang mengisyaratkan bahwa rezim pemerintah saat ini, dalam kondisi lemah dan tak efektif dalam bekerja, itu memang benar. dan konsekuensi logis dari situasi ini adalah, kemungkinan lengsernya rezim pemerintah saat ini  sebelum tiba di garis finish masa pemerintahannya.


kita saksikan begitu banyak kasus mafioso menjerat pemerintahan ini. untuk mencapai indonesia jaya makmur, diperlukan loncatan jauh ke depan, dan itu harus dimulai dengan mendorong momentum perubahan besar dan mendasar di negeri ini, yang tiada lain adalah revolusi zonder kompromi. kini soalnya, bagaimana kita membangun aliansi gerakan perubahan ini agar benar-benar sinergis, konsolidatif, menjadi kekuatan revolusioner yang riil demi mendorong agenda perubahan strukturalnya. 


satu hal penting perlu dicatat dan direnungkan, bahwa performa demokrasi politik saat ini tak lebih merupakan ajang wahana "peternakan" parpol dengan platform ideologi politik yang hampir mirip semua. para elit parpol abal-abal rata-rata bermental oportunistik, senantiasa mencari kesempatan demi menangguk keuntungan finansial pribadinya atau untuk internal parpolnya saja. parpol bukan lagi sebagai perpanjangan tangan dari amanat penderitaan rakyat, yang gigih berjuang dengan integritas tinggi mewujudkan cita-cita kesejahteraan umum serta kemakmuran bersama.


para elit parpaol abal-abal telah mengatasnamakan aspirasi rakyat dan mereka menjual aspirasi rakyat untuk memperkaya diri mereka sendiri, dan tidak mau peduli pada kesusahan dan penderitaan rakyat miskin. lihat dan catat, apa reaksi parpol ketika disadari bahwa hampir 3 tahun terakhir ini didapati ribuan tki/tkw yang mati sia-sia karena mereka terpaksa ekosdus mencari makan di negeri orang, mengetuk ketuk pintu rumah asing, menadahkan tangan untuk minta dipekerjakan sebagai kacung, jongos, babu dan harus siap sedia diperlakukan bak budak teraniaya. para anggota parlemen yang tampaknya tampil necis terhormat dengan aroma parfumnya yang menyeruak dari tubuhnya, justru memperlihatkan kontes performa selebritis, dan tidak menampilkan sosok wakil rakyat yang berkeringat karena berjuang. mereka adalah komunitas wakil rakyat yang semu, tidak merepresentasikan sebagai wakil rakyat yang sejati.


mari kita renungkan lebih cermat dan seksama lagi akan timbunan 1001 kasus antara lain: mafia pajak, mafia peradilan, mafia hukum, mafia anggaran, mafia proyek tender. tentu kita tidak sedang mengandaikan sedang hidup di negeri mafioso, sehingga para mafia leluasa dan pongah bergentayangan mengendalikan hajat hidup rakyat banyak. lantas, di manakah suara elit parpol melihat realitas kehidupan yang amat menyedihkan saat ini, di manakah suara rezim pemerintah yang sejatinya harus mengayomi kehidupan rakyat banyak, di manakah aparat keamanan dan aparat penegak hukum yang mestinya siang dan malam menjaga pilar keadilan sosial? dan tampaknya, mereka layu lumpuh, tak berdaya lagi untuk mengatasi dan mengendalikan keadaan. mereka hidup di tengah himpitan sistem sosial yang kapitalistik, individualistik, materialistik dan hedonistik. apakah puluhan peternakan parpol abal-abal itu akan mampu membebaskan negeri ini dari hegemoni para mafioso berjas dan berdasi tengik itu? sungguh konyol nasib rakyat bila mereka menaruh harapan pada iklim demokrasi yang amat tidak kondusif memperjuangkan kesejahteraan umum dan kemakmuran bersama.

demokrasi berkualitas rendah




salam revolusi! saudara sekandung negeri keluarga besar republik indonesia yang majemuk. untuk mewujudkan kehidupan sejahtera makmur sentosa,  menjadi konyol bila 240 juta rakyat masih menggantungkan harapan pada demokrasi multipartai yang tak berkualitas. puluhan parpol abal-abal yang akan berkontes di ajang pemilu 2014 mendatang. sejatinya, puluhan parpol itu bak angkot omprengan yang ngetem menunggu penumpang dengan kualifikasi capres, caleg, cagub, cawakot, capati untuk diantar sampai ke kursi jabatannya, tetapi dengan satu syarat yakni, sang penumpang diminta wajib setor ongkos politik, yang tarifnya bisa dinegosiasikan. dan saat ini, kita hidup di tengah alam demokrasi berkualitas rendah seperti itu. dan kegilaan seperti ini amat konyol bila dilanjutkan.

itu sama saja dengan merobohkan pilar negara secara perlahan-lahan. oleh sebab itu, akal sehat harus ditegakkan, kebenaran harus disuarakan,  hati nurani harus dipendarkan, jiwa revolusioner kaum muda bangsa harus digelorakan. jangan pernah bimbang dan ragu lagi untuk berteriak lebih lantang menyuarakan perlunya perubahan besar dan mendasar di negeri ini, dan itu tiada lain adalah revolusi zonder kompromi, meninggalkan jalan sesat kapitalisme neoliberalisme di segala bidang kehidupan, dan kembali ke jalan lurus sosialis pancasila yang bersendikan keadilan sosial dan gotong-royong.

hanya melalui satu jalan itulah, bangsa indonesia akan kembali menemukan jati dirinya, akan kembali merekonstruksi karakter bangsa yang remuk redam, akan kembali menemukan pencerahan baru, akan kembali menemukan obor nasionalisme dan patriotisme bangsa yang kini memudar dan lumpuh layu, akan kembali menemukan cita-cita lama kemerdekaanya yakni: mencapai masyarakat sejahtera, adil makmur sentosa. 

akar budaya bangsa: sosialis pancasila




salam revolusi! saudara sekandung negeri keluarga besar republik indonesia yang majemuk. harus disadari betul bahwa kultur bangsa indonesia, sejatinya berakar kuat pada sistem sosialis (pancasila) yang bercirikan: kegotongroyongan, rembuk musyawarah mufakat, ikatan kuat emosional-komunal atau perasaan senasib sepenanggungan. tapi sayangnya, bangsa ini kurang pede, tidak mendayagunakan potensi aset kebudayaan itu untuk mencapai kesejahteraan umum dan kemakmuran bersama.

sejak kejatuhan rezim bung karno, dan berganti ke rezim militeristik soeharto yang represif dan lalim, bangsa indonesia berubah haluan dan arah kebudayaannya lebih condong ke ke blok amerika dan sekutu abadi baratnya. yang terjadi kini, sejumlah kota-kota besar banyak dihiasi mal-mal, sebagai bentuk ekses dari gaya hidup westernisasi global, yang sedemikian gencar menjajakan aneka produk buatan amerika dan barat (uni eropa: inggris, prancis, jerman, belgia, swedia, belanda, dst). sementara produk dari indonesia, mungkin cuma terbatas indusri rumahan bermodal pas-pasan seperti: kapur barus, peniti, salep koreng, jepitan rambut. lebih ironi lagi, bangsa kita begitu bangganya duduk sebagai pelayan di konter-konter mal. ekstrimnya, kebijakan politik pembangunan kita, lebih menitikberatkan pembangunun  dengan kultur peradaban kota yang bernuansakan kapitalisme, individualisme, materialisme, dan hedonisme. padahal, teritori negara kita yang begitu luas, 90% adalah kawasan pedesaan dan pesisir pantai. mestinya, di sanalah seharusnya kebijakan politik pembangunan nasional diarahkan dengan memanfaatkan dua sektor keunggulan: pertanian dan kelautan. dua sektor inilah sejatinya yang diandalkan akan mengantarkan 240 juta jiwa rakyat dapat hidup sejahtera makmur sentosa dan bahagia bersama-sama.

tapi lihatlah kini, dari rezim ke rezim, justru titik kebijakan pembangunan nasional lebih condong mengembangkan wilayah perkotaan, dan bukan memakmurkan pedesaan. yang terjadi adalah, rakyat desa ngacir ke kota, dan di kota, rakyat hidup berjejal-jejal, dan sebagian rakyat miskin lainnya terpaksa hidup di kolong jembatan tol, bantaran sungai kumuh, membangun perkampungan kardus di sepanjang rel kereta api, bahkan tidur di gerobak yang selalu "mobile", bergerak dari jalan ke jalan. sungguh ngenes nasib bangsa ini. padahal, negara ini memiliki sumber daya alam yang amat melimpah ruah, tapi karena elit pemimpinnya masih mengindap sikap mentalitas inlander atau terjajah, maka sumber daya alam yang melimpah itu diserahkan bulat-bulat untuk dikelola bangsa asing(freeport, newmont, dll). 

dan bangsa kita hanya mampu rebutan jatah untuk korupsi, sementara pejabat negaranya asyik memperkaya diri sendiri, elit parpol berebut kapling tender proyek dan semangat pengabdiannya dilandasi libido untuk korupsi sebanyak-banyaknya. sungguh mememilukan melihat ribuan tki/tkw yang akhirnya mati ngenes dan tragis di luar negeri. mereka terpaksa hengkang ke luar negeri karena tak dapat "jatah" makan, dan akhirnya mereka menjual sawah atau ternaknya untuk mengongkosi biaya hengkang ke luar negeri. karena rendahanya pendidikan, mereka terpaksa bekerja sebagai kuli kasar atau menjadi kacung, babu, jongos dan harus nrimo diperlakukan bak budak teraniaya. itulah nasib bangsa ini, saat ini, sekarang ini, di sini. di bumi indonesia, yang pada tahun 2012 ini akan menyongsong dirgahayunya yang ke 67. baiklah, mari kita sokong terus gerakan perubahan besar dan mendasar di negeri ini yakni: revolusi zonder kompromi, meninggalkan jalan sesat kapitalisme neoliberal, dan kembali ke jalan lurus sosialis pancasila. 

tentang pemodelan: sistem kekhalifahan dan demokrasi




salam revolusi! kini muncul satu gejala dengan mengkomparasikan pemodelan sistem pemerintahan antara:  khilafah dan demokrasi. perlu dicatat di sini, sejarah nusantara sudah berlangsung ribuan tahun. para ahli antropologis menyebutkan, bahwa bumi nusantara ini diperkirakan sudah didiami oleh manusia sekitar 2.500 tahunan yang lampau. bahkan di dalam kitab klasik ramayana, disebutkan adanya teritori wilayah yang disebut sebagai swarna jaya dwipa (atau tanah emas). di sini kita dapat menganilis bahwa, pastilah selama proses waktu yang panjang itu, secara komunal, para leluhur bangsa ini hidup mendiami tanah nusantara ini. dan pastilah mereka saling berinterakasi, membangun kontrak sosial dalam komunitas-komunitas kecil, yang pada proses selanjutnya terbentuklah apa yang kita sebut sebagai kultur sosial, yang kemudian secara filosofis dapat digali kembali oleh bung karno, dan lalu diformulasikan sebagai ideologi atau dasar negara yakni: pancasila.

dengan demikian, pancasila merupakan kristalisasi dari otentisitas nilai budaya bangsa (indonesia). pancasila adalah filosofi pandangan hidup bangsa atau jalan hidup (way of life), tapi sekaligus juga, dan ini unieknya,  menjadi sumber acuan dari pemodelan demokrasi (khas) indonesia itu sendiri. dan kemudian, bila kita membandingkan dengan sistem pemodelan kehalifahan, perlu diingat di sini, sejatinya pada kurun masa kerajaan islam demak, yakni pada era rezim raden patah yang ditopang oleh hegemoni (politik) walisongo dan sistem pemerintahan yang bersendikan (syariah) islam, pernah diterapkan (sistem) pemerintahan kekhalifahan. dan terbukti, sistem pemodelan kekhalifahan ala raden patah ini tidak mampu mengatasi zaman. kerajaan islam demak, pada akhirnya surut. ini bisa terjadi, karena sosio-kultur masyarakat jawa selama ribuan tahun dibentuk oleh warisan nilai hinduisme. dan sistem kekhalifahan tidak mampu mencair atau diadopsi oleh tatanan sosial masyarakat pribumi jawa yang selama ribuan tahun mengakar pada hinduisme. dapat dipahami kini, mengapa sunan kalijaga merancang strategi syiar dakwah  (islamiyah)-nya melalui konsep sinkretisme media wayang.  islam yang berkembang di jawa pun, tak sepenuhnya merupakan islam dengan kultur kearab-araban, melainkan islam yang di sana-sininya masih kental dengan adonan budaya hindu (jawa).

karenanya sistem pemodelan pemerintahan yang bersendikan demokrasi (pancasila), jauh bisa diterima oleh masyarakat ketimbang sistem pmerintahan dengan model kekhalifahan. dari sini dapat ditarik premis kesimpulan, bahwanya membangun suatu sistem pemodelan kekhalifahan di indonesia dapat dikatakan sulit berkembang, atau mustahil dapat diimplementasikan. secara kultural, akan terjadi penolakan. 

revolusi adalah harga mati!




salam revolusi! saudara sekandung negeri, keluarga besar republik indonesia yang majemuk. menyaksikan banyak terjadi kekacauan sosial dewasa ini, sangat salah bila rakyat tidak segera bangkit dan secepat-cepatnya mengubah penderitaan nasib dirinya. bukankah tuhan mengatakan bahwa nasib suatu bangsa terletak pada (ikhtiar perjuangan) bangsa itu sendiri. karenanya, rakyat harus segera dibangkitkan jiwa kritis revolusionernya. kabarkan kepada rakyat, bahwa para pejabat negara, birokrat, kebanyakan anggota parlemen dan aparat penegak hukum saat ini tak memiliki standar moral pengabdian yang memadai, dan  nasib rakyat seperti digantung, tanpa kepastian masa depan.

coba renungi fakta kaburnya ratusan koruptor ke luar negeri, dan lemahnya kontrol antisipatif pencegahan korupsi, manipulasi dan perampokan uang rakyat. ini memberi bukti bahwa betapa kacaunya pengelolaan negara saat ini. uang negara tak perlu dihambur-hamburkan hanya untuk memburu koruptor di luar negeri, apabila sistem pemerintahan benar-benar berjalan di garis perjuangan untuk mewujudkan rakyat sejahtera makmur sentosa seperti yang diamanatkan oleh konstitusi uud '45. sungguh miris menyaksikan fenomena kaburnya para koruptor ke singapura. sementara rakyat dalam posisi seolah lemah tak berdaya, dan hanya hanya bisa mengelus dada. kita tahu kelaparan sudah mulai membayangi warga desa. anak-anak mengalami gisi buruk. infrastuktur jalan, jembatan, irigasi pertanian serta ribuan gedung sekolah mengalami kerusakan parah, dan siatuasinya benar-benar kacau. sedangkan hukuman bagi koruptor, begitu ringannya. rasa keadilan sosial nyata-nyata tercabik di depan mata. dengan kondisi yang buruk seperti ini, mustahil  240 juta jiwa akan segera tiba sejahtera, makmur dan sentosa.

karena itu, diperlukan perjuangan bersama untuk mengubah nasib bangsa dalam proses yang relatif cepat. diperluklan energi besar untuk mengubah atau membalik status quo kondisi saat ini, dan itu tiada lain adalah revolusi. ya, revolusi, momentum perubahan besar dan mendasar yang harus diperjuangkan secara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. ini diperlukan untuk mengubah haluan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara dari yang berorientasi pada sistem kapitalis liberalisme dan kembali ke sistem ideologi klasik yakni sosialis pancasila yang konsekuen, dan menjadi sumber acuan kebijakan dalam menata kembali fundamen ekonomi, sosial, politik, budaya dan hankam.

sejak bangsa ini merebut kemerdekaan dari tangan kolonial, rakyat indonesia langsung mendapat gemblengan ideologi, moral dan karakter dari bung karno, sang pemimpin besar revolusi. melalui pidato-pidato heroik, dinamik dan dialektik, bung karno tak berhenti membangun spirit nasionalisme dan patriotisme bangsanya. kita, sejatinya, masih memiliki “utang sejarah” pada para tokoh pendiri negara dan sosok pemimpin berjiwa besar seperti bung karno, bung hatta, pangsar jenderal sudirman, sri sultan hb ix, tan malaka, mr muhamad yamin, haji agus salim, mr roem, bung syahrir, ki hadjar dewantara, dll. mereka adalah generasi pertama yang telah memenuhi panggilan sejarah dan telah meletakkan fundamen karakter kebangsaan kita. sebagai bangsa pejuang yang berkarakter, seharusnya kita tak perlu gentar menghadapi segala tantangan zaman.

bagaimana dengan situasi dan kondisi sosial saat ini? amboi, sangat memilukan realitas sosial kehidupan berbangsa saat ini. renungkan fakta terbaru terkait uang negara yang digelontorkan untuk menginfus kebangkrutan sistemik bank century sebesar 6,7 triliyun. ini benar-benar gemblung sontoloyo! uang sebesar itu sangat penting dan efisien bila dialokasikan untuk anggaran pertahanan, pendidikan, kesehatan dan subsidi pertanian. bayangkan saja, kerugian negara akibat kasus rezim blbi (bantuan likuiditas bank indonesia) yang dulu saja, belum bisa dituntaskan, bahkan beberapa pengemplangnya yang masih hidup kini menikmati hari tua di luar negeri. sangat tidak pancasilais dan jelas menohok rasa kemanusiaan dan keadilan sosial rakyat (miskin) indonesia. mana nasionalisme dan patriotisme bangsa, dan mana jiwa ideologi pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?

jelas, ini mencerminkan problem kekisruhan penalaran dan sikap mental kebangsaan kita. kebejatan moral (moral hazard) inilah yang melandasi berbagai keputusan dan kebijakan salah urus negara, salah urus tata kelola pemerintahan dan merembes hingga ke tingkat pemerintahan daerah. budaya korupsi sudah meluas sampai kesemua strata kehidupan kita. kpk (komisi pemberantasan korupsi) yang "bertangan mungil” tak akan mampu menyapu bersih keluasan najis korupsi yang mengotori birokrasi serta di lembaga negara lainnya. kita pun skeptis atau meragukan proses pengadilan tipikor yang kini dibentuk hingga ke tingkat kabupaten provinsi, dapat berjalan efektif memenuhi harapan dalam rangka pemberantasan korupsi di negeri ini. kita berpacu dengan waktu, berpacu membangun kembali fundamen moralitas, integritas serta kepribadian bangsa dengan proses kebangkrutan bangsa itu sendiri.

kini pun, timbunan utang negara dapat dikatakan sudah menggunung tujuh turunan. kita pun didera oleh komplikasi problem bangsa yang sedemikian  kompleks, multidimensional; baik itu di bidang politik ekonomi, kedaulatan pangan, masalah teritorial atau hankamnas, dan juga ketahanan sosial budaya. tak mudah bagi bangsa ini dapat segera membebaskan diri dari tekanan problem kebangsaan yang rumit seperti itu.

beberapa waktu lalu, teritori wilayah kita "diprovokasi" oleh negara boneka nekolim malaysia. kita hanya bisa mengeskpresikan kemarahan, tanpa bisa melawan dengan sikap yang bermartabat. jiwa nasionalisme dan patriotisme kita tak berkobar-kobar lagi seperti dulu. pada masa rezim revolusioner bung karno dulu,  kita masih memiliki kebanggaan sebagai bangsa yang berdalaut, serta merta dapat dengan cepat memobilisasikan satu juta kaum muda patriot yang “berani mati” dan siap berkonfrontasi dengan malaysia pada tahun 1963. bahkan jauh sebelum itu, atau tepatnya tahun 1960, bung karno, pemimpin besar revolusi, sudah berpidato lantang menggagas konsepsi mercusuar politik mengenai poros dunia baru (nonblok) di depan majelis pbb. kita sadari bahwa mulai dekade 60-an hingga saat ini, hegemoni amerika dan sekutu baratnya sudah  mencengkeram banyak negara di  berbagai kawasan. hampir separuh bulatan bumi berada dalam pengaruh politik, ekonomi dan militernya.

dan sejak dekade 60-an itulah,  bung karno dengan segala pengaruh revolusionernya memelopori dibentuknya gerakan nonblok yang diharapkan dapat memainkan peran strategis yang netral antara blok kapitalis amerika dan barat dengan blok timur yang sosialis komunis itu. bung karno mencoba mendayung di antara dua karang blok itu, meski pada akhirnya blok amerika dan barat tak memberi ruang ekspresi yang cukup bagi bung karno dalam mengembangkan konsepsi startegis non-bloknya itu. kini kita tahu, hampir semua negara yang dulu memelopori atau menjadi anggota pertama dari gerakan non-blok, dibikin kocar-kacir oleh kekuatan kapitalis amerika dan barat. yugoslavia, akhirnya bubar. india terus-menerus berada dalam keterancaman dan terlibat dalam ketegangan di kawasan dengan pakistan. afghanistan, mesir, irak, myanmar, iran, nigeria, libya, negara-negara di kawasan afrika mengalami instabilitas. indonesia,s ebagai salah setu pelopor dan pemrakarsa gerakan non-blok, sudah sejak lama dicabik-cabil melalui konflik ideologis pada tahun 1965. tidak kurang 2 juta rakyat indoensia mati dalam konflik paling berdarah dan kelabu yang dikenal sebagai "g-30-s" itu.      

berbagai upaya manuver politik adidaya mulai beroperasi dengan tujuan memberangus, menelikung serta menohok bung karno melalui berbagai modus peristiwa antara lain ancaman pembunuhan, sampai akhirnya membendung pengaruh gagasan revolusioner bung karno melalui strategi pembentukan negara (boneka) federasi malaysia pada tahun 1963. pada tahap berikutnya, operasi infiltrasi intelejen c.i.a pada akhirnya mempengaruhi organ tni (angkatan darat). manuver anasir asing itu berpuncak hingga meletusnya peristiwa g-30-s tahun 1965. akhirnya, rezim revolusioner bung karno jatuh, dan ia hidup dalam "kerangkeng" isolasi rumah hingga wafatnya. dengan begitu, gelora jiwa revolusioner rakyat indonesia pun berangsur-angsur  meredup seiring dengan wafatnya bung karno, sang bapak bangsa pada tahun 1970.  

yang terlihat kini adalah kehinaan diri dari bangsa indonesia. lihatlah lanskap ini, jutaan kaum muda desa eksodus ke luar negeri seperti malaysia, bahrain, arab saudi, uni emirat, kuwait, lebanon, hong kong. mereka terpaksa hidup lemah tak berdaya dan kepepet bekerja sebagai kacung, jongos, babu bahkan hrus rela diposisikan bak budak teraniaya. situasinya sungguh berbalik. bangsa indonesia kini kembali menyandang  status sebagai bangsa kuli atau budak bagi bangsa asing. bahkan kini rongrongan dari negara boneka nekolim malaysia sangat verbalis menusuk mata. bahkan, pulau sipadan dan ligitan, yang persengketakan lama, kini lepas dan menjadi bagian dari teritori malaysia. seringkali terjadi insiden terang-terangan di wilayah ambalat (ambang batas laut). malaysia sudah tahu dengan pasti titik ketidakberdayaan bangsa-negara ini. terjadi klaim budaya reog, lagu rasa sayange, tari pendet, wayang kulit, batik dan angklung. ini sudah benar-benar keterlaluan. bangsa sebesar ini hanya bisa meratapi kejayaan nasionalis dan patriotismenya di era bung karno dulu. tak ada solusi yang lebih komprehensif selain kembali lagi ke jalan spirit revolusi 45, menemukan kembali karakter bangsa, menggembleng kembali moralitet dan mentalitet bangsa yang sejak lama sudah terkonstaminasi virus kapitalisme neoliberal global.