Senin, 14 Mei 2012

ingatlah, pemilu 2009 yang buruk



salam revolusi! masih ingatkah kita bahwa sesungguhnya proses pilpres 2009 yang lalu, hasilnya tak begitu baik. dapat dikatakan, wajah demokrasi politik melalui pilpres 2009, cukup menyedihkan; proses dan hasil akhirnya tak mencerminkan demokrasi yang berkualitas. ingat, kacaunya dpt (daftar pemilih tetap), lemahnya operasionalisasi teknologi informasi (it) di kpu, tak transparannya sumber pendanaan parpol serta banyaknya kemiripan platform (ideologis politik) parpol kontestan pemilu; ini semua mencerminkan buruknya performa demokrasi indonesia dewasa ini. ini sejatinya cuma pesta demokrasi yang semu, yang tak memberi banyak manfaat signifikan bagi perbaikan kesejahteraan serta kemakmuran rakyat. bagi jutaan rakyat miskin, demokrasi hanya merupakan 'sesuatu yang mewah.'

ketidakberesan serta pelanggaran sepanjang proses kampanye pileg dan pilpres, mencerminkan rendahnya visi kebangsaan di negeri ini. Ini mencerminkan sikap pragmatis elit politik di negeri ini. secara moral etika politik, performa elit parpol seolah kemaruk atau kesetanan ingin meraih jabatan serta kekuasaan. tak peduli caranya, mereka halalkan segala cara. mereka abaikan amanat penderitaan rakyat. kita mencatat, tak kurang dari 50 juta jiwa kini hidup dibelit kemiskinan. dan sebagian dari rakyat miskin itu, hidup di desa-desa. di antaranya, mereka mencari nafkah ke luar negeri, hidup merana sebagai kacung, jongos, babu, atau sewaktu-waktu diperlakukan bak budak teraniaya. di tengah kondisi bangsa seperti inilah, demokrasi multpartai justru tumbuh dan berkembang tak terkontrol, memperlihatkan performanya yang pragmatis. para caleg umumnya tumbuh instan, miskin wawasan politik, tak cukup memiliki bekal referensi dan visi kebangsaan. mereka tiba-tiba saja hadir, meramaikan bursa caleg, atau mematut diri sebagai wakil rakyat yang sama sekali tak memahami konstelasi aspirasi sosial politik masyarakat yang diwakilinya.

sungguh menyedihkan atmosfir demokrasi yang tumbuh berkembang saat ini. hampir semua komponen bangsa terseret ke dalam pusaran absurditas politik semacam ini. padahal, yang diperlukan bangsa ini sejatinya adalah visi politik revolusioner, membangun kembali fundamental ideologis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan landasan pancasila yang kokoh serta implementasi konstitusi uud ‘45 yang murni dan konsekuen. harus disadari, bahwa bangsa dan negara ini belum benar-benar siap berdalaut secara penuh. bangsa ini masih harus digembleng secara mental ideologis agar tumbuh menjadi bangsa yang berkarakter, tangguh, dan memiliki visi jauh ke depan sebagai bangsa yang berjiwa sosialistis, tak goyang terhuyung-huyung dihantam gelombang kapitalisme global, materialisme serta liberalisme.

kembali pada multi-parpol yang jumlahnya puluhan itu. umumnya mereka itu sekadar menjalankan praktek politik spekulatif belaka yang dilandasi kalkulasi ‘untung rugi’, dan bukan dilandasi oleh semangat pengabdian demi memajukan bangsa ini. mereka umumnya berjiwa bak pedagang, dan sama sekali tak memahami akar sejarah budaya bangsa, tak memahami psikologi bangsa, tak mempunya kepekaan sosial. mereka itu memang bertitel atau bergelar s1, s2, s3, atau dapat dikelompokkan sebagai kaum cendekia terdidik; tapi itu semata-mata hanya untuk mendongkrak prestise status sosialnya. sikap moral mereka senyatanya tak mencerminkan representasi tingkat keintelektualannnya. tipikal figur orang-orang seperti inilah yang kini mendominasi bursa caleg, cagub, capati, cawakota.

di tengah situasi miris inilah, 240 juta jiwa rakyat indonesia seolah mendambakan kinerja mesin pemerintahan yang kelak dapat mengantarkan mereka hidup sejahtera makmur sentosa. dan terbukti dalam beberapa tahun terakhir, banyak para pejabat atau aparatur negara, anggota parlemen, birokrat yang terjerat berbagai kasus korupsi, kolusi, manipulasi dan nepotisme. kini negara dalam ancaman bahaya. kemiskinan dan pengangguran tak tuntas teratasi dengan baik. kesenjangan sosial kaya miskin semakin lebar. stabilitas politik dan kemanan mulai terganggu. embrio disintegrasi bangsa terjadi di berbagai daerah. bangsa ini harus segera bangkit, merapatkan barisan untuk menyokong dan mendorong perubahan besara dan mendasar di negeri ini: revolusi zonder kompromi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar