Kamis, 06 Agustus 2009

in memoriam mbah surip

salam revolusi!
mbah surip telah tiada. musisi jalanan yang fenomenal ini, mengembuskan napas terakhirnya pada selasa (4/8), sekitar pukul 10.45 dalam perjalanan menuju rs. pusdikkes, jakarta timur. terbayang lekat sosok rastanya, rambut gimbal, tawa bahaknya, dan kemerdekaan hidupnya. dalam satu tarikan nafas kariernya yang singkat, mbah surip mungkin telah sukses meletakkan satu genre musik reggae khas indonesia.

...
lirik lagu reggae pop yang cair, polos, naif, jenaka dan riang. ini pula cerminan dari tipikal karakter mbah surip sebagai “empu” musisi reggae jalanan yang sejati. aliran hidupnya penuh energi tawa, dan juga sarat dengan “dzikir kejawen”, penuh spontanitas yang mendebarkan. namun, mbah surip hidup enteng saja, tanpa beban. mbah surip merupakan representasi dari gaya hidup rastamasta ala indonesia yang cinta damai, merdeka, peace full. terngiang celotehannya, “i love you, full…”

...ia benar-benar berdaulat penuh, dan merdeka atas diri dan hidupnya. dengan gitar di tangan kanan, dan segelas kopi di tangan kiri, mbah surip mengarungi semesta hidupnya, tanpa batas dan tak pernah gentar. Sepenggal syair chairil anwar seperti menemukan aktualisasinya, “aku binatang jalang, dari kumpulan yang terbuang…”. syair ini menjadi hidup dalam keseharian mbah surip. seperempat abad lalu, saya masih sering berpapasan dengan sosok dekil musisi jalanan ini menggelosor di selasar gelanggang bulungan, atau sesekali ditemui nongkrong di tim.

...tampaknya, mbah surip memang pengelana yang riang. sosok filsuf yang gemar mentertawakan absurditas hidup. jalan hidupnya bagai menjelmakan filosofi angin: berhembus tanpa beban, meruang, menembus batas-batas, menggendong kesunyian, menyapa dunia tanpa pretensi, tanpa prasangka, tanpa pamrih. dan pada akhirnya, tuhanlah yang menyempurnakan episode perjalanan hidupnya. justru di hari-hari terakhirnya, aktualisasi mbah surip menemukan titik puncak kebahagiaan yang dicarinya. ia persembahkan keriangan hidupnya.

(mas ab, dari padepokan sunyi di kaki merapi, turut berduka)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar