salam
revolusi! saudara sekandung negeri, keluarga besar republik indonesia yang
majemuk. eksistensi negara republik indonesia, memang tidak sekonyong-konyong
jatuh dari langit, melainkan berproses dan memiliki keterkaitan historis dengan
perjuangan bangsa pada masa lalu. di dalam perjalanan sejarah bangsa, terdapat
spektrum perjuangan heroik seperti “perang jawa” dengan figur sentralnya pangeran
diponegoro (1825-1830); lalu di aceh ada episode perjuangan tjoet nyak dien, juga
di sumatera barat terdapat episode perjuangan imam bonjol, ngurah rai di bali,
pattimura di ambon, pangeran samber nyowo di solo, fatahilah di jakarta, dst. rangkaian
perjuangan gigih itu, pastilah berdarah-darah, tak mudah, dan sudah tentu menuntut
pengorbanan jiwa raga serta harta benda.
pada
bagian lain dari perjalanan sejarah pra-kemerdekaan, kita pun menandai semacam
periodesasi dalam pergerakan kebangsaan misal pergerakan “boedi oetomo” (1908),
dan selang 20 tahun kemudian muncul momentum “soempah pemoeda” (1928); dan selang 20 setelah
itu barulah dicapai momentum proklamasi kemerdekaan tahun 1945, tapi 20 tahun
kemudian muncul momentum peristiwa kelabu g-30-s (1965), kejatuhan rezim
revolusioner bung karno, dan naiknya rezim militeristik soeharto yang kemudian dicatat
sebagai rezim otoriter represif dan
korup. butuh selang waktu 32 tahun, sebelum akhirnya rezim ini pun lengser
keprabon. dari sini dapat ditandai bahwa perjalanan sejarah bangsa ini, seperti
diikat oleh siklus periodesasi yang menandai perubahan-perubahan penting atau signifikan
sepanjang rentang waktu 20 tahunan.
tapi harus
dicatat di sini, bahwa perjalanan bangsa ini, menemukan momentum emasnya pada
masa era generasi soekarno-hatta yang sarat dengan romantisme heroik dan patriotik
dalam membebaskan diri dari belenggu kolonial yang
mencengkeram hampir lebih dari 5 generasi. terdapat loncatan revolusioner yang
begitu mengagumkan atau gilang-gemilang, baik itu dalam aspek konsepsi pemikiran
ideologis politik yang bersifat personal, sikap mental kebangsaan yang bersifat
komunal, kesadaran tertinggi spiritualitas nasionalisme, maupun kematangan
karakter manusianya sebagai komunitas bangsa. dapat dikatakan masa rentang
waktu antara tahun 1945 hingga tahun 1955, merupakan puncak kegemilangan indonesia
sebagai sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat dalam arti yang sesungguhnya. karena
setelah melewati masa periode itu, bangsa indonesia kembali dihadapkan pada
realitas yang amat getir: tercabik-cabik dalam pusaran konflik ideologis pada tahun
1965, disusul dengan sikapnya yang terburu-buru dalam menata strategi kebijakan
pembangunan fisik dengan mengabaikan pembangunan demokrasi politik.
dan menandai
dimulainya strategi pembangunan fisik pada tahun 1970-an, rezim militeristik
soeharto dengan landasan konsepsi dwi fungsi abri-nya, membuka kebijakan yang
cenderung liberal di bidang ekonomi maupun
pengelolaan kekayaan sumber daya alam. ekses dari kebijakan yang tak terkontrol
itu, akhirnya indonesia kembali “dikuasai”
oleh bangsa asing. tak cuma itu, indonesia pun tersedot dalam pusaran
arus besar kapitalisme neoliberal global. secara de facto, indonesia kembali
dijajah atau terjajah, baik itu dibidang ekonomi, politik serta lambat-laun mulai
kehilangan jati diri karakter budayanya.
dalam
konteks ini, bangsa ini perlu segera menyadari posisinya, dan mengatur kembali
barisan perjuangan patriotiknya untuk membebaskan diri dari belenggu hegemoni
asing, baik itu di bidang ekonomi, politik dan budaya. pada batas ini, kita
terngiang seruan historis bung karno tentang apa yang dinamakan sebagai trisakti:
berdaulat secara politik, ekonomi, dan memiliki karakter kokoh dalam budaya. karena itu, bangsa ini tak boleh lengah. diperlukan
keberanian bersama untuk mendorong momentum perubahan besar dan mendasar, atau
dengan kata lain adalah revolusi sosial yang bertujuan memutar poros haluan kebudayaan
dari sumbu kapitalisme neoliberalisme ke poros asalnya yakni sosialis pancasila.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar