Selasa, 15 Mei 2012

akar budaya bangsa: sosialis pancasila




salam revolusi! saudara sekandung negeri keluarga besar republik indonesia yang majemuk. harus disadari betul bahwa kultur bangsa indonesia, sejatinya berakar kuat pada sistem sosialis (pancasila) yang bercirikan: kegotongroyongan, rembuk musyawarah mufakat, ikatan kuat emosional-komunal atau perasaan senasib sepenanggungan. tapi sayangnya, bangsa ini kurang pede, tidak mendayagunakan potensi aset kebudayaan itu untuk mencapai kesejahteraan umum dan kemakmuran bersama.

sejak kejatuhan rezim bung karno, dan berganti ke rezim militeristik soeharto yang represif dan lalim, bangsa indonesia berubah haluan dan arah kebudayaannya lebih condong ke ke blok amerika dan sekutu abadi baratnya. yang terjadi kini, sejumlah kota-kota besar banyak dihiasi mal-mal, sebagai bentuk ekses dari gaya hidup westernisasi global, yang sedemikian gencar menjajakan aneka produk buatan amerika dan barat (uni eropa: inggris, prancis, jerman, belgia, swedia, belanda, dst). sementara produk dari indonesia, mungkin cuma terbatas indusri rumahan bermodal pas-pasan seperti: kapur barus, peniti, salep koreng, jepitan rambut. lebih ironi lagi, bangsa kita begitu bangganya duduk sebagai pelayan di konter-konter mal. ekstrimnya, kebijakan politik pembangunan kita, lebih menitikberatkan pembangunun  dengan kultur peradaban kota yang bernuansakan kapitalisme, individualisme, materialisme, dan hedonisme. padahal, teritori negara kita yang begitu luas, 90% adalah kawasan pedesaan dan pesisir pantai. mestinya, di sanalah seharusnya kebijakan politik pembangunan nasional diarahkan dengan memanfaatkan dua sektor keunggulan: pertanian dan kelautan. dua sektor inilah sejatinya yang diandalkan akan mengantarkan 240 juta jiwa rakyat dapat hidup sejahtera makmur sentosa dan bahagia bersama-sama.

tapi lihatlah kini, dari rezim ke rezim, justru titik kebijakan pembangunan nasional lebih condong mengembangkan wilayah perkotaan, dan bukan memakmurkan pedesaan. yang terjadi adalah, rakyat desa ngacir ke kota, dan di kota, rakyat hidup berjejal-jejal, dan sebagian rakyat miskin lainnya terpaksa hidup di kolong jembatan tol, bantaran sungai kumuh, membangun perkampungan kardus di sepanjang rel kereta api, bahkan tidur di gerobak yang selalu "mobile", bergerak dari jalan ke jalan. sungguh ngenes nasib bangsa ini. padahal, negara ini memiliki sumber daya alam yang amat melimpah ruah, tapi karena elit pemimpinnya masih mengindap sikap mentalitas inlander atau terjajah, maka sumber daya alam yang melimpah itu diserahkan bulat-bulat untuk dikelola bangsa asing(freeport, newmont, dll). 

dan bangsa kita hanya mampu rebutan jatah untuk korupsi, sementara pejabat negaranya asyik memperkaya diri sendiri, elit parpol berebut kapling tender proyek dan semangat pengabdiannya dilandasi libido untuk korupsi sebanyak-banyaknya. sungguh mememilukan melihat ribuan tki/tkw yang akhirnya mati ngenes dan tragis di luar negeri. mereka terpaksa hengkang ke luar negeri karena tak dapat "jatah" makan, dan akhirnya mereka menjual sawah atau ternaknya untuk mengongkosi biaya hengkang ke luar negeri. karena rendahanya pendidikan, mereka terpaksa bekerja sebagai kuli kasar atau menjadi kacung, babu, jongos dan harus nrimo diperlakukan bak budak teraniaya. itulah nasib bangsa ini, saat ini, sekarang ini, di sini. di bumi indonesia, yang pada tahun 2012 ini akan menyongsong dirgahayunya yang ke 67. baiklah, mari kita sokong terus gerakan perubahan besar dan mendasar di negeri ini yakni: revolusi zonder kompromi, meninggalkan jalan sesat kapitalisme neoliberal, dan kembali ke jalan lurus sosialis pancasila. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar