Selasa, 15 Mei 2012

merindukan figur pemimpin sejati




salam revolusi! saudara sekandung negeri, keluarga besar republik indonesia yang majemuk. sejak lama, bangsa ini gelisah merindukan sosok figur pemimpin sejati yang berjiwa revolusioner, berkarakter mumpuni, tangguh, tandon, pengayom sejati rakyat kecil! di sisi lain, tujuan dari perjuangan revolusi kita adalah bangsa ini harus secepatnya membangun karakter bangsa dan mencapai kesejahteraan serta kemakmuran bersama, mengembangkan fundamental jiwa berdikari di segala bidang: ekonomi, politik, sosial, hankam, budaya. inilah sejatinya cita-cita kemerdekaan yang diimpikan oleh para pendiri bangsa generasi pertama. harus disadari, bahwa dalam 3 tahun terakhir, hampir 6 ribu nyawa tki/tkw yang melayang akibat mereka mencari makan dan bekerja dengan status sebagai kacung, jongos, babu dan diperlakukan bak budak kolonial (kerja rodi) di masa lalu. 

sementara di negeri sendiri, penyakit sosial menggerogoti pilar negara. korupsi, kolusi, manipulasi dan nepotisme yang makin gila merajelala di segala bidang kehidupan. semua ini diakibatkan karena rusaknya moralitet, mentalitet, dan hancurnya karakter bangsa. sungguh miris mencermati integritas pengabdian para pejabat negara, aparat penegak hukum dan kabir (kapitalis birokrat) dewasa ini. nilai-nilai luhur karakter bangsa seperti: kejujuran, kesatriaan, pengabdian, etos kerja, solidaritas sosial, kesantunan, sudah lama memudar atau meredup. pada akhirnya, kita sedang bergerak tumbuh sebagai bangsa yang hipokrit, penuh dengan kemunafikan diri. cermati dengan seksama realitas hidup berbangsa saat ini. kita agung-agungkan filosofi pancasila, namun pada tataran realitas implementasinya kita cabik-cabik sendiri. kita agungkan sila ketuhanan, tapi perilaku kita justru kesetanan dan kebendaan. kita agungkan pri kemanusiaan, tapi perilaku kita justru pri kebinatangan. kita agungkan persatuan, justru wajah sebaliknya yang terlihat gontok-gontokan dan bertikai bacok-bacokan. kita sanjung nilai-nilai musyawarah dan kemufakatan, tapi justru yang terpancar lobi-lobi politik jual beli suara voting. kita elus-elus nilai keadilan sosial, tapi justru yang muncul nilai keadilan individual yang melahirkan kapitalis-kapitalis bermental serakah, rakus dan tamak. inilah potret buram wajah bangsa kita di hari ini.                                                                                                                                                                                                         
                                                                                                                                                             dan hampir abad berlalu, bangsa ini kehilangan figur pemimpin sejati, pemimpin pancasilais yang berjiwa revolusioner, yang jiwa dan urat nadinya menyatu dengan rakyat jelata. pemimpin yang juga memiliki karakter militan patriotik. dan ingat, kini hampir 100 juta rakyat miskin merindukan karakter pemimpin dengan tipikal bung karno sebagai figur pemimpin inspiratif yang revolusioner. 100 juta rakyat miskin itu hanya diam “membisu”, dan merekatinggal di pelosok perbukitan, kaki gunung yang senyap, tebing jurang yang curam, ngarai sungai berkelok, kampung nelayan kumuh, juga di kolong-kolong jembatan tol, bantaran sungai, hingga rumah kardus di sepanjang rel kereta api. persoalannya kini, di manakah sosok figur pemimpin besar yang setara dengan bung karno?

dan ingat, di republik ini, pria atau wanita punya hak yang sama untuk memimpin bangsa ini. tapi pemimimpin harus memiliki bobot keteladanan meliputi: budi pekerti luhur, sikap perilaku, menjunjung etika moral, daya nalar kecerdasan, daya linuwih (keistimewaan), dan berjiwa pengayom sejati yang tak pernah gentar bertaruh jiwa raga untuk rakyat yang dipimpinnya. itulah sosok figur pemimpin sejati, pemimpin berjiwa pancasilais dan memiliki urat nadi militan patriotik. seorang pemimpin haruslah memihak pada rakyat, dan berjuang amat gigih untuk menegakkan landasan moral kebenaran dan siap tampil di depan untuk mengahadapi kesewenang-wenangan, arogansi, hegemoni negara adikuasa global amerika beserta poros setan sekutu baratnya. pemimpin sejati seperti itulah yang dirindukan oleh bangsa ini, sekarang ini.
 
pemimpin sejati niscaya gelisah tak dapat tidur nyenyak ketika tahu masih ada rakyatnya yang terpaksa hengkang ke luar negeri, mencari makan dengan cara bekerja sebagai kacung, jongos, babu bagi keluarga warga asing. pemimpin sejati akan mendidih darah revolusionernya ketika tahu ada rakyatnya mati dianiaya oleh bangsa lain. terlebih yang mati dianiaya adalah tki/tkw adalah rakyat jelata.kini terdapat 100 juta rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan. ini sungguh merisaukan hari depan bangsa. jadi mari serentak kita bangkit, semangat dan berjuang maju untuk momentum perubahan besar dan mendasar. dan kita hidup di garis katulistiwa. keragaman atau pluralitas adalah realitas kita di hari ini, esok dan akan datang. kita bersuku-suku, berbahasa-bahasa, beragama-agama, dengan segala aneka warna kulit dan citarasa budaya. kita sejatinya adalah mozaik simponi orkestra universal yang mendendangkan irama negara-bangsa dengan langgam religiusitas ketuhanan, spiritualitas kemanusiaan, dan egalitarian kerakyatan serta rampak dalam derap koor yang padu: gotong royong. itulah potret wajah diri kita yang sesungguhnya. lantas menguap ke mana partitur pancasila, lantas di mana konduktor sejati yang memimpin orkestra negeri ratna mutu manikam ini. kini yang dilantunkan adalah nada sumbang demokrasi, iramanya gaduh, tidak ritmis, tak ada harmonisasi nada. dan semoga forum komunikasi revolusioner ini dapat menyumbangkan satu ketukan nada bagi keselaran orkestrasi indonesia raya.
                                                                                                      .                                                                                              harap dicatat pula, bahwa konstelasi masalah bangsa pasca-kemerdekaan, sekitar dekade 1950-1965 yang tergolong krusial saat itu adalah urgensi tiga agenda besar yang harus dikerjakan bangsa dengan amat terburu-buru yaitu: pertama, dimulainya pembangunan karakter bangsa setelah bangsa ini dijajah hampir selama 5 generasi; kedua, mengantarkan bangsa agar kokoh berdikari di bidang ekonomi, politik, budaya, tujuannya agar rakyat hidup merdesa, cukup sandang pangan papan; dan ketiga, geopolitik global yakni konstelasi perang dingin dua blok ideologis besar (blok kapitalis vs blok sosialis komunis). ketiga agenda besar ini mengepung rezim bung karno pada masa itu. dan bung karno, bapak bangsa lebih memprioritaskan proses penggemblengan karakter bangsa. ia ingin bangsa kita berdaulat, punya martabat dan harga diri. proses penggemblengan karakter bangsa dilakukan secara massif dan intensif di berbagai podium pidato. dan ingatlah yel-yel revolusioner yang menggelegar saat itu: "lebih baik hujan batu di negeri sendiri, daripada hujan emas di negeri orang; ganyang nekolim; amerika kita setrika, inggris kita linggis; usa go to hell; jangan menjadi bangsa bermental tempe..." yel-yel revolusioner ini membahana pada dekade 1950-1960-an. proses penggemblengan karakter bangsa ini, mampu membangkitkan kebanggaan rakyat sebagai bangsa yang berdaulat dan merdeka, meski realitasnya hidup miskin dan melarat pada saat itu.                                                                                                                                                               .                                                                                                                                                                tapi kemiskinan dan kemelaratan tak membuat mereka kehilangan martabat sebaai bangsa. tapi lihatlah kini, hanya sebagian kecil saja rakyat kita sejahtera, namun realitas totalnya kita kehilangan harga diri, kehilangan martabat, kehilangan rasa kebanggaan sebagai bangsa. kalau sudah begini, rakyat menjadi kehilangan harapan dan kehilangan rasa percaya diri sebagai bangsa yang berdaulat, dan karenanya pupus pudarlah spirit nasionalisme dan patriotisme bangsa. dan itu terjadi saat ini, sekarang ini, di sini. gaya hidup kapitalis barat menjadi trend kalangan kelas menengah perkotaan, solidaritas sosial memudar, militansi patriotik bangsa pupus. jadi proses keindonesiaan kita memang belum selesai, artinya revolusi belum selesai karena sistem sosialis pancasila belum menjadi fundamental inspiratif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. karena itu, diperlukan keberanian memilih jalan yakni mendorong momentum perubahan besar dan mendasar yang harus kita perjuangkan bersama dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, dan itu tiada lain menjebol kemapanan sistem yang tak mampu menjawab tantangan zaman saat ini, dan lalu membangun sistem yang berlandaskan ideologi klasik sosialis pancasila. oleh sebab nilai-nilai keadilan sosial dan kesejahteraan umum tak mungkin dapat ditegakkan dalam sistem kapitalis neoliberal, melainkan hanya dapat diwujudkan melalui sistem sosialis pancasila yang murni dan konsekuen. dan benar faktanya, bahwa pada masa rezim bung karno, ekonomi kocar-kacir, inflasi tinggi, tapi ingat pada masa itu, rakyat gilang gemilang memiliki harkat, martabat dan harga diri sebagai bangsa yang berdaulat merdeka. nilai kehidupan sosial bangsa yang ideal justru terletak di sana kuncinya: rasa bangga sebagai bangsa, rasa berani berkorban demi kejayaan bangsa dan negara. dan kini segala aset karakter bangsa itu bagaikan luruh diterjang globalisasi.                                                                     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar