salam revolusi! saudara sekandung negeri, keluarga besar republik indonesia yang majemuk. sejak lama, bangsa
ini gelisah merindukan sosok figur pemimpin sejati yang berjiwa revolusioner, berkarakter mumpuni, tangguh, tandon, pengayom sejati rakyat kecil! di sisi lain, tujuan
dari perjuangan revolusi kita adalah bangsa ini harus secepatnya
membangun karakter bangsa dan mencapai kesejahteraan serta kemakmuran bersama, mengembangkan fundamental jiwa berdikari di segala
bidang: ekonomi, politik, sosial, hankam, budaya. inilah sejatinya cita-cita
kemerdekaan yang diimpikan oleh para pendiri bangsa generasi pertama. harus disadari, bahwa dalam 3 tahun terakhir, hampir 6 ribu nyawa tki/tkw
yang melayang akibat mereka mencari makan dan
bekerja dengan status sebagai kacung, jongos, babu dan diperlakukan bak
budak kolonial (kerja rodi) di masa lalu.
sementara di negeri sendiri, penyakit
sosial menggerogoti pilar negara. korupsi, kolusi, manipulasi dan
nepotisme yang makin gila merajelala di segala bidang kehidupan. semua ini diakibatkan karena rusaknya moralitet, mentalitet, dan hancurnya karakter
bangsa. sungguh miris mencermati integritas pengabdian para pejabat
negara, aparat penegak hukum dan kabir (kapitalis birokrat) dewasa ini. nilai-nilai luhur karakter bangsa seperti: kejujuran, kesatriaan, pengabdian, etos kerja, solidaritas sosial, kesantunan, sudah lama memudar atau meredup. pada akhirnya, kita sedang bergerak tumbuh sebagai bangsa yang
hipokrit, penuh dengan kemunafikan diri. cermati dengan seksama realitas hidup berbangsa saat ini. kita agung-agungkan filosofi pancasila, namun pada tataran
realitas implementasinya kita cabik-cabik sendiri. kita agungkan sila
ketuhanan, tapi perilaku kita justru kesetanan dan kebendaan. kita agungkan pri
kemanusiaan, tapi perilaku kita justru pri kebinatangan. kita agungkan
persatuan, justru wajah sebaliknya yang terlihat gontok-gontokan dan bertikai
bacok-bacokan. kita sanjung nilai-nilai musyawarah dan kemufakatan, tapi justru
yang terpancar lobi-lobi politik jual beli suara voting. kita elus-elus nilai
keadilan sosial, tapi justru yang muncul nilai keadilan individual yang
melahirkan kapitalis-kapitalis bermental serakah, rakus dan tamak. inilah
potret buram wajah bangsa kita di hari ini.
dan
hampir abad berlalu, bangsa ini kehilangan figur pemimpin sejati, pemimpin
pancasilais yang berjiwa revolusioner, yang jiwa dan urat nadinya menyatu
dengan rakyat jelata. pemimpin yang juga memiliki karakter militan patriotik.
dan ingat, kini hampir 100 juta rakyat miskin merindukan karakter pemimpin
dengan tipikal bung karno sebagai figur pemimpin inspiratif yang revolusioner.
100 juta rakyat miskin itu hanya diam “membisu”, dan merekatinggal di pelosok
perbukitan, kaki gunung yang senyap, tebing jurang yang curam, ngarai sungai
berkelok, kampung nelayan kumuh, juga di kolong-kolong jembatan tol, bantaran sungai,
hingga rumah kardus di sepanjang rel kereta api. persoalannya kini, di manakah
sosok figur pemimpin besar yang setara dengan bung karno?
dan ingat, di
republik ini, pria atau wanita punya hak yang sama untuk memimpin bangsa ini.
tapi pemimimpin harus memiliki bobot keteladanan meliputi: budi pekerti luhur,
sikap perilaku, menjunjung etika moral, daya nalar kecerdasan, daya linuwih
(keistimewaan), dan berjiwa pengayom sejati yang tak pernah gentar bertaruh
jiwa raga untuk rakyat yang dipimpinnya. itulah sosok figur pemimpin sejati,
pemimpin berjiwa pancasilais dan memiliki urat nadi militan patriotik. seorang
pemimpin haruslah memihak pada rakyat, dan berjuang amat gigih untuk menegakkan
landasan moral kebenaran dan siap tampil di depan untuk mengahadapi
kesewenang-wenangan, arogansi, hegemoni negara adikuasa global amerika beserta
poros setan sekutu baratnya. pemimpin sejati seperti itulah yang dirindukan
oleh bangsa ini, sekarang ini.
pemimpin sejati
niscaya gelisah tak dapat tidur nyenyak ketika tahu masih ada rakyatnya yang
terpaksa hengkang ke luar negeri, mencari makan dengan cara bekerja sebagai
kacung, jongos, babu bagi keluarga warga asing. pemimpin sejati akan mendidih
darah revolusionernya ketika tahu ada rakyatnya mati dianiaya oleh bangsa lain.
terlebih yang mati dianiaya adalah tki/tkw adalah rakyat jelata.kini terdapat
100 juta rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan. ini sungguh merisaukan
hari depan bangsa. jadi mari serentak kita bangkit, semangat dan berjuang maju
untuk momentum perubahan besar dan mendasar. dan kita hidup di garis
katulistiwa. keragaman atau pluralitas adalah realitas kita di hari ini, esok
dan akan datang. kita bersuku-suku, berbahasa-bahasa, beragama-agama, dengan
segala aneka warna kulit dan citarasa budaya. kita sejatinya adalah mozaik
simponi orkestra universal yang mendendangkan irama negara-bangsa dengan
langgam religiusitas ketuhanan, spiritualitas kemanusiaan, dan egalitarian
kerakyatan serta rampak dalam derap koor yang padu: gotong royong. itulah potret
wajah diri kita yang sesungguhnya. lantas menguap ke mana partitur pancasila,
lantas di mana konduktor sejati yang memimpin orkestra negeri ratna mutu
manikam ini. kini yang dilantunkan adalah nada sumbang demokrasi, iramanya
gaduh, tidak ritmis, tak ada harmonisasi nada. dan semoga forum komunikasi
revolusioner ini dapat menyumbangkan satu ketukan nada bagi keselaran
orkestrasi indonesia raya.
. harap
dicatat pula, bahwa konstelasi masalah bangsa pasca-kemerdekaan, sekitar dekade
1950-1965 yang tergolong krusial saat itu adalah urgensi tiga agenda besar yang
harus dikerjakan bangsa dengan amat terburu-buru yaitu: pertama, dimulainya
pembangunan karakter bangsa setelah bangsa ini dijajah hampir selama 5
generasi; kedua, mengantarkan bangsa agar kokoh berdikari di bidang ekonomi,
politik, budaya, tujuannya agar rakyat hidup merdesa, cukup sandang pangan
papan; dan ketiga, geopolitik global yakni konstelasi perang dingin dua blok
ideologis besar (blok kapitalis vs blok sosialis komunis). ketiga agenda besar
ini mengepung rezim bung karno pada masa itu. dan bung karno, bapak bangsa
lebih memprioritaskan proses penggemblengan karakter bangsa. ia ingin bangsa
kita berdaulat, punya martabat dan harga diri. proses penggemblengan karakter
bangsa dilakukan secara massif dan intensif di berbagai podium pidato. dan
ingatlah yel-yel revolusioner yang menggelegar saat itu: "lebih baik hujan
batu di negeri sendiri, daripada hujan emas di negeri orang; ganyang nekolim;
amerika kita setrika, inggris kita linggis; usa go to hell; jangan menjadi
bangsa bermental tempe..." yel-yel revolusioner ini membahana pada dekade
1950-1960-an. proses penggemblengan karakter bangsa ini, mampu membangkitkan
kebanggaan rakyat sebagai bangsa yang berdaulat dan merdeka, meski realitasnya
hidup miskin dan melarat pada saat itu. .
tapi
kemiskinan dan kemelaratan tak membuat mereka kehilangan martabat sebaai
bangsa. tapi lihatlah kini, hanya sebagian kecil saja rakyat kita sejahtera,
namun realitas totalnya kita kehilangan harga diri, kehilangan martabat,
kehilangan rasa kebanggaan sebagai bangsa. kalau sudah begini, rakyat menjadi
kehilangan harapan dan kehilangan rasa percaya diri sebagai bangsa yang
berdaulat, dan karenanya pupus pudarlah spirit nasionalisme dan patriotisme
bangsa. dan itu terjadi saat ini, sekarang ini, di sini. gaya hidup kapitalis
barat menjadi trend kalangan kelas menengah perkotaan, solidaritas sosial
memudar, militansi patriotik bangsa pupus. jadi proses keindonesiaan kita
memang belum selesai, artinya revolusi belum selesai karena sistem sosialis
pancasila belum menjadi fundamental inspiratif bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara. karena itu, diperlukan keberanian memilih jalan yakni mendorong
momentum perubahan besar dan mendasar yang harus kita perjuangkan bersama
dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, dan itu tiada
lain menjebol kemapanan sistem yang tak mampu menjawab tantangan zaman saat
ini, dan lalu membangun sistem yang berlandaskan ideologi klasik sosialis
pancasila. oleh sebab nilai-nilai keadilan sosial dan kesejahteraan umum tak
mungkin dapat ditegakkan dalam sistem kapitalis neoliberal, melainkan hanya
dapat diwujudkan melalui sistem sosialis pancasila yang murni dan konsekuen.
dan benar faktanya, bahwa pada masa rezim bung karno, ekonomi kocar-kacir,
inflasi tinggi, tapi ingat pada masa itu, rakyat gilang gemilang memiliki
harkat, martabat dan harga diri sebagai bangsa yang berdaulat merdeka. nilai
kehidupan sosial bangsa yang ideal justru terletak di sana kuncinya: rasa
bangga sebagai bangsa, rasa berani berkorban demi kejayaan bangsa dan negara.
dan kini segala aset karakter bangsa itu bagaikan luruh diterjang
globalisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar