Rabu, 16 Mei 2012

bung karno: kemerdekaan adalah jembatan emas




salam revolusi! saudara sekandung negeri, keluarga besar republik indonesia yang majemuk. diselingi menyeruput secangkir kopi kenthel dan manis, pagi ini terkenang satu statement historis bung karno melalui risalah kemerdekaan yang ditulisnya pada tahun 1933: "kemerdekaan, politieke onafhkelijkheid, political independence, tak lain adalah satu jembatan emas...". dalam konteks ini, mari kita tengok realitas sosial saat ini. kemerdekaan, dalam konsepsi bung karno merupakan modal berharga, sebentang jembatan emas. akan tetapi, kini hampir setengah abad berlalu, jembatan emas yang sejatinya dapat kita lintasi untuk mencapai masyarakat sejahtera, adil, makmur sentosa, dengan sengaja sudah kita sia-siakan.

kita dapat realitas kehidupan getir seperti ini: dari rezim ke rezim, utang negara kian menggunung, jutaan rakyat hidup di bawah garis kemiskinan, kesenjangan sosial melebar, pengangguran meningkat, sebagian  saudara kita hidup merana dan telantar di negeri orang, kepepet bekerja sebagai kacung, jongos, babu, dan harus rela dipsosisikan bak budak kolonial, bekerja tanpa gaji, bahkan dianiaya dengan taruhan nyawa. di manakah harga diri, kehormatan, harkat dan martabat bangsa?  para petani, nelayan dan buruh pabrik tak kunjung beranjak sejahtera. dari hulu ke hilir, sektor kelautan (perikanan) dan pertanian kita, keadaannya tak pernah tumbuh dan berkembang baik. 

kita prihatin dengan performa sejumlah pemimpin di pusa dan daerah saat ini. sementara elit parpol, lebih mementingkan tampil necis, dengan aroma parfum berkelas, menikmati pola gaya hidup kaum borjuasi kapitalis liberal barat. mereka ini sesungguhnya musuh bangsa yang paling nyata. mereka memiliki hak privilege, hak ekslusivitas sebagai pejabat negara. mereka berfoya di atas penderitaan hampir 100 juta rakyat miskin. dan untuk memutus mata rantai ini, diperlukan perubahan besar dan mendasar yakni: revolusi zonder kompromi! mengubah haluan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara dari kapitalis neoliberal kembali ke ideologi klasik sosialis pancasila.

baru-baru ini terlontar satu analisis cerdas dari prof jeffrey winters (universitas northwestern) yang berkesempatan berbicara di sebuah forum yang diselenggarakan oleh universitas gadjah mada (ugm), terkait pendapat akademiknya mengenai demokrasi yang tumbuh berkembang di indonesia dewasa ini. dikatakan, bahwa demokrasi politik saat ini cenderung mengacu pada sistem oligarki berbasiskan uang atau kekayaan elit parpol, status serta jabatan formal. dan memang, tak bisa banyak diharapkan dari demokrasi dengan sistem seperti ini.

kemiskinan struktural dan kultural menjadi problem besar di negeri ini. selama kondisi perpolitikan nasional masih berbasiskan pada kepentingan kekuasaan pragmatik, maka selama itulah kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, mustahil dapat diwujudkan. apalagi, jalannya demokrasi kita saat ini cenderung liberal, sehingga puluhan parpol dengan modal kapital kuat senantiasa ingin mendominasi hegemoni politik melalui berbagai manuver modus operandi kotornya. rakyat tak punya pilihan lain, selain memperjuangkan nasibnya sendiri. 
maka sebaiknya rakyat harus melawan dengan segala cara.karena itu, konsolidasikan kekuatan massa rakyat revolusioner, dan bersatulah, galang kekuatan nasional, dan rebut kembali kedaulatan rakyat yang dikooptasi oleh parpol. jadi, sokong terus gerakan perubahan besar dan mendasar: revolusi zonder kompromi!

poros haluan sosialis pancasila




salam revolusi! saudara sekandung negeri, keluarga besar republik indonesia yang majemuk. eksistensi negara republik indonesia, memang tidak sekonyong-konyong jatuh dari langit, melainkan berproses dan memiliki keterkaitan historis dengan perjuangan bangsa pada masa lalu. di dalam perjalanan sejarah bangsa, terdapat spektrum perjuangan heroik seperti “perang jawa” dengan figur sentralnya pangeran diponegoro (1825-1830); lalu di aceh ada episode perjuangan tjoet nyak dien, juga di sumatera barat terdapat episode perjuangan imam bonjol, ngurah rai di bali, pattimura di ambon, pangeran samber nyowo di solo, fatahilah di jakarta, dst. rangkaian perjuangan gigih itu, pastilah berdarah-darah, tak mudah, dan sudah tentu menuntut pengorbanan jiwa raga serta harta benda. 

pada bagian lain dari perjalanan sejarah pra-kemerdekaan, kita pun menandai semacam periodesasi dalam pergerakan kebangsaan misal pergerakan “boedi oetomo” (1908), dan selang 20 tahun kemudian muncul momentum  “soempah pemoeda” (1928); dan selang 20 setelah itu barulah dicapai momentum proklamasi kemerdekaan tahun 1945, tapi 20 tahun kemudian muncul momentum peristiwa kelabu g-30-s (1965), kejatuhan rezim revolusioner bung karno, dan naiknya rezim militeristik soeharto yang kemudian dicatat sebagai  rezim otoriter represif dan korup. butuh selang waktu 32 tahun, sebelum akhirnya rezim ini pun lengser keprabon. dari sini dapat ditandai bahwa perjalanan sejarah bangsa ini, seperti diikat oleh siklus periodesasi yang menandai perubahan-perubahan penting atau signifikan sepanjang rentang waktu 20 tahunan.

tapi harus dicatat di sini, bahwa perjalanan bangsa ini, menemukan momentum emasnya pada masa era generasi soekarno-hatta yang sarat dengan romantisme heroik dan patriotik dalam   membebaskan diri dari belenggu kolonial yang mencengkeram hampir lebih dari 5 generasi. terdapat loncatan revolusioner yang begitu mengagumkan atau gilang-gemilang, baik itu dalam aspek konsepsi pemikiran ideologis politik yang bersifat personal, sikap mental kebangsaan yang bersifat komunal, kesadaran tertinggi spiritualitas nasionalisme, maupun kematangan karakter manusianya sebagai komunitas bangsa. dapat dikatakan masa rentang waktu antara tahun 1945 hingga tahun 1955, merupakan puncak kegemilangan indonesia sebagai sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat dalam arti yang sesungguhnya. karena setelah melewati masa periode itu, bangsa indonesia kembali dihadapkan pada realitas yang amat getir: tercabik-cabik dalam pusaran konflik ideologis pada tahun 1965, disusul dengan sikapnya yang terburu-buru dalam menata strategi kebijakan pembangunan fisik dengan mengabaikan pembangunan demokrasi politik. 

dan menandai dimulainya strategi pembangunan fisik pada tahun 1970-an, rezim militeristik soeharto dengan landasan konsepsi dwi fungsi abri-nya, membuka kebijakan yang cenderung liberal di bidang ekonomi  maupun pengelolaan kekayaan sumber daya alam. ekses dari kebijakan yang tak terkontrol itu, akhirnya indonesia kembali “dikuasai”  oleh bangsa asing. tak cuma itu, indonesia pun tersedot dalam pusaran arus besar kapitalisme neoliberal global. secara de facto, indonesia kembali dijajah atau terjajah, baik itu dibidang ekonomi, politik serta lambat-laun mulai kehilangan jati diri karakter budayanya.
   
dalam konteks ini, bangsa ini perlu segera menyadari posisinya, dan mengatur kembali barisan perjuangan patriotiknya untuk membebaskan diri dari belenggu hegemoni asing, baik itu di bidang ekonomi, politik dan budaya. pada batas ini, kita terngiang seruan historis bung karno tentang apa yang dinamakan sebagai trisakti: berdaulat secara politik, ekonomi, dan memiliki karakter kokoh dalam budaya. karena itu, bangsa ini tak boleh lengah. diperlukan keberanian bersama untuk mendorong momentum perubahan besar dan mendasar, atau dengan kata lain adalah revolusi sosial yang bertujuan memutar poros haluan kebudayaan dari sumbu kapitalisme neoliberalisme ke poros asalnya yakni sosialis pancasila. 

Selasa, 15 Mei 2012

seputar parpol abal-abal




salam revolusi! saudara sekandung negeri keluarga besar republik indonesia yang majemuk.  dari terawangan metafisis seorang yang memiliki mata batin tajam, disebutkan bahwa belum sampai tahun 2014, katanya akan terjadi gonjang ganjing sosial. dan katanya lagi, pada titik brubuh tertentu, rezim pemerintah saat ini, akhirnya akan lengser teguling. dan kemudian, akan terjadi transisi peralihan kekuasaan. fantastis! tapi sebaiknya, kita tak perlu hanyut larut dengan fantasi konstruksi  terawangan seperti itu. kita perlu mendisiplinkan diri dan berpijak pada landasan rasionalitas akal sehat. bahwa kita melihat begitu banyak indikator sosial yang mengisyaratkan bahwa rezim pemerintah saat ini, dalam kondisi lemah dan tak efektif dalam bekerja, itu memang benar. dan konsekuensi logis dari situasi ini adalah, kemungkinan lengsernya rezim pemerintah saat ini  sebelum tiba di garis finish masa pemerintahannya.


kita saksikan begitu banyak kasus mafioso menjerat pemerintahan ini. untuk mencapai indonesia jaya makmur, diperlukan loncatan jauh ke depan, dan itu harus dimulai dengan mendorong momentum perubahan besar dan mendasar di negeri ini, yang tiada lain adalah revolusi zonder kompromi. kini soalnya, bagaimana kita membangun aliansi gerakan perubahan ini agar benar-benar sinergis, konsolidatif, menjadi kekuatan revolusioner yang riil demi mendorong agenda perubahan strukturalnya. 


satu hal penting perlu dicatat dan direnungkan, bahwa performa demokrasi politik saat ini tak lebih merupakan ajang wahana "peternakan" parpol dengan platform ideologi politik yang hampir mirip semua. para elit parpol abal-abal rata-rata bermental oportunistik, senantiasa mencari kesempatan demi menangguk keuntungan finansial pribadinya atau untuk internal parpolnya saja. parpol bukan lagi sebagai perpanjangan tangan dari amanat penderitaan rakyat, yang gigih berjuang dengan integritas tinggi mewujudkan cita-cita kesejahteraan umum serta kemakmuran bersama.


para elit parpaol abal-abal telah mengatasnamakan aspirasi rakyat dan mereka menjual aspirasi rakyat untuk memperkaya diri mereka sendiri, dan tidak mau peduli pada kesusahan dan penderitaan rakyat miskin. lihat dan catat, apa reaksi parpol ketika disadari bahwa hampir 3 tahun terakhir ini didapati ribuan tki/tkw yang mati sia-sia karena mereka terpaksa ekosdus mencari makan di negeri orang, mengetuk ketuk pintu rumah asing, menadahkan tangan untuk minta dipekerjakan sebagai kacung, jongos, babu dan harus siap sedia diperlakukan bak budak teraniaya. para anggota parlemen yang tampaknya tampil necis terhormat dengan aroma parfumnya yang menyeruak dari tubuhnya, justru memperlihatkan kontes performa selebritis, dan tidak menampilkan sosok wakil rakyat yang berkeringat karena berjuang. mereka adalah komunitas wakil rakyat yang semu, tidak merepresentasikan sebagai wakil rakyat yang sejati.


mari kita renungkan lebih cermat dan seksama lagi akan timbunan 1001 kasus antara lain: mafia pajak, mafia peradilan, mafia hukum, mafia anggaran, mafia proyek tender. tentu kita tidak sedang mengandaikan sedang hidup di negeri mafioso, sehingga para mafia leluasa dan pongah bergentayangan mengendalikan hajat hidup rakyat banyak. lantas, di manakah suara elit parpol melihat realitas kehidupan yang amat menyedihkan saat ini, di manakah suara rezim pemerintah yang sejatinya harus mengayomi kehidupan rakyat banyak, di manakah aparat keamanan dan aparat penegak hukum yang mestinya siang dan malam menjaga pilar keadilan sosial? dan tampaknya, mereka layu lumpuh, tak berdaya lagi untuk mengatasi dan mengendalikan keadaan. mereka hidup di tengah himpitan sistem sosial yang kapitalistik, individualistik, materialistik dan hedonistik. apakah puluhan peternakan parpol abal-abal itu akan mampu membebaskan negeri ini dari hegemoni para mafioso berjas dan berdasi tengik itu? sungguh konyol nasib rakyat bila mereka menaruh harapan pada iklim demokrasi yang amat tidak kondusif memperjuangkan kesejahteraan umum dan kemakmuran bersama.

demokrasi berkualitas rendah




salam revolusi! saudara sekandung negeri keluarga besar republik indonesia yang majemuk. untuk mewujudkan kehidupan sejahtera makmur sentosa,  menjadi konyol bila 240 juta rakyat masih menggantungkan harapan pada demokrasi multipartai yang tak berkualitas. puluhan parpol abal-abal yang akan berkontes di ajang pemilu 2014 mendatang. sejatinya, puluhan parpol itu bak angkot omprengan yang ngetem menunggu penumpang dengan kualifikasi capres, caleg, cagub, cawakot, capati untuk diantar sampai ke kursi jabatannya, tetapi dengan satu syarat yakni, sang penumpang diminta wajib setor ongkos politik, yang tarifnya bisa dinegosiasikan. dan saat ini, kita hidup di tengah alam demokrasi berkualitas rendah seperti itu. dan kegilaan seperti ini amat konyol bila dilanjutkan.

itu sama saja dengan merobohkan pilar negara secara perlahan-lahan. oleh sebab itu, akal sehat harus ditegakkan, kebenaran harus disuarakan,  hati nurani harus dipendarkan, jiwa revolusioner kaum muda bangsa harus digelorakan. jangan pernah bimbang dan ragu lagi untuk berteriak lebih lantang menyuarakan perlunya perubahan besar dan mendasar di negeri ini, dan itu tiada lain adalah revolusi zonder kompromi, meninggalkan jalan sesat kapitalisme neoliberalisme di segala bidang kehidupan, dan kembali ke jalan lurus sosialis pancasila yang bersendikan keadilan sosial dan gotong-royong.

hanya melalui satu jalan itulah, bangsa indonesia akan kembali menemukan jati dirinya, akan kembali merekonstruksi karakter bangsa yang remuk redam, akan kembali menemukan pencerahan baru, akan kembali menemukan obor nasionalisme dan patriotisme bangsa yang kini memudar dan lumpuh layu, akan kembali menemukan cita-cita lama kemerdekaanya yakni: mencapai masyarakat sejahtera, adil makmur sentosa. 

akar budaya bangsa: sosialis pancasila




salam revolusi! saudara sekandung negeri keluarga besar republik indonesia yang majemuk. harus disadari betul bahwa kultur bangsa indonesia, sejatinya berakar kuat pada sistem sosialis (pancasila) yang bercirikan: kegotongroyongan, rembuk musyawarah mufakat, ikatan kuat emosional-komunal atau perasaan senasib sepenanggungan. tapi sayangnya, bangsa ini kurang pede, tidak mendayagunakan potensi aset kebudayaan itu untuk mencapai kesejahteraan umum dan kemakmuran bersama.

sejak kejatuhan rezim bung karno, dan berganti ke rezim militeristik soeharto yang represif dan lalim, bangsa indonesia berubah haluan dan arah kebudayaannya lebih condong ke ke blok amerika dan sekutu abadi baratnya. yang terjadi kini, sejumlah kota-kota besar banyak dihiasi mal-mal, sebagai bentuk ekses dari gaya hidup westernisasi global, yang sedemikian gencar menjajakan aneka produk buatan amerika dan barat (uni eropa: inggris, prancis, jerman, belgia, swedia, belanda, dst). sementara produk dari indonesia, mungkin cuma terbatas indusri rumahan bermodal pas-pasan seperti: kapur barus, peniti, salep koreng, jepitan rambut. lebih ironi lagi, bangsa kita begitu bangganya duduk sebagai pelayan di konter-konter mal. ekstrimnya, kebijakan politik pembangunan kita, lebih menitikberatkan pembangunun  dengan kultur peradaban kota yang bernuansakan kapitalisme, individualisme, materialisme, dan hedonisme. padahal, teritori negara kita yang begitu luas, 90% adalah kawasan pedesaan dan pesisir pantai. mestinya, di sanalah seharusnya kebijakan politik pembangunan nasional diarahkan dengan memanfaatkan dua sektor keunggulan: pertanian dan kelautan. dua sektor inilah sejatinya yang diandalkan akan mengantarkan 240 juta jiwa rakyat dapat hidup sejahtera makmur sentosa dan bahagia bersama-sama.

tapi lihatlah kini, dari rezim ke rezim, justru titik kebijakan pembangunan nasional lebih condong mengembangkan wilayah perkotaan, dan bukan memakmurkan pedesaan. yang terjadi adalah, rakyat desa ngacir ke kota, dan di kota, rakyat hidup berjejal-jejal, dan sebagian rakyat miskin lainnya terpaksa hidup di kolong jembatan tol, bantaran sungai kumuh, membangun perkampungan kardus di sepanjang rel kereta api, bahkan tidur di gerobak yang selalu "mobile", bergerak dari jalan ke jalan. sungguh ngenes nasib bangsa ini. padahal, negara ini memiliki sumber daya alam yang amat melimpah ruah, tapi karena elit pemimpinnya masih mengindap sikap mentalitas inlander atau terjajah, maka sumber daya alam yang melimpah itu diserahkan bulat-bulat untuk dikelola bangsa asing(freeport, newmont, dll). 

dan bangsa kita hanya mampu rebutan jatah untuk korupsi, sementara pejabat negaranya asyik memperkaya diri sendiri, elit parpol berebut kapling tender proyek dan semangat pengabdiannya dilandasi libido untuk korupsi sebanyak-banyaknya. sungguh mememilukan melihat ribuan tki/tkw yang akhirnya mati ngenes dan tragis di luar negeri. mereka terpaksa hengkang ke luar negeri karena tak dapat "jatah" makan, dan akhirnya mereka menjual sawah atau ternaknya untuk mengongkosi biaya hengkang ke luar negeri. karena rendahanya pendidikan, mereka terpaksa bekerja sebagai kuli kasar atau menjadi kacung, babu, jongos dan harus nrimo diperlakukan bak budak teraniaya. itulah nasib bangsa ini, saat ini, sekarang ini, di sini. di bumi indonesia, yang pada tahun 2012 ini akan menyongsong dirgahayunya yang ke 67. baiklah, mari kita sokong terus gerakan perubahan besar dan mendasar di negeri ini yakni: revolusi zonder kompromi, meninggalkan jalan sesat kapitalisme neoliberal, dan kembali ke jalan lurus sosialis pancasila. 

tentang pemodelan: sistem kekhalifahan dan demokrasi




salam revolusi! kini muncul satu gejala dengan mengkomparasikan pemodelan sistem pemerintahan antara:  khilafah dan demokrasi. perlu dicatat di sini, sejarah nusantara sudah berlangsung ribuan tahun. para ahli antropologis menyebutkan, bahwa bumi nusantara ini diperkirakan sudah didiami oleh manusia sekitar 2.500 tahunan yang lampau. bahkan di dalam kitab klasik ramayana, disebutkan adanya teritori wilayah yang disebut sebagai swarna jaya dwipa (atau tanah emas). di sini kita dapat menganilis bahwa, pastilah selama proses waktu yang panjang itu, secara komunal, para leluhur bangsa ini hidup mendiami tanah nusantara ini. dan pastilah mereka saling berinterakasi, membangun kontrak sosial dalam komunitas-komunitas kecil, yang pada proses selanjutnya terbentuklah apa yang kita sebut sebagai kultur sosial, yang kemudian secara filosofis dapat digali kembali oleh bung karno, dan lalu diformulasikan sebagai ideologi atau dasar negara yakni: pancasila.

dengan demikian, pancasila merupakan kristalisasi dari otentisitas nilai budaya bangsa (indonesia). pancasila adalah filosofi pandangan hidup bangsa atau jalan hidup (way of life), tapi sekaligus juga, dan ini unieknya,  menjadi sumber acuan dari pemodelan demokrasi (khas) indonesia itu sendiri. dan kemudian, bila kita membandingkan dengan sistem pemodelan kehalifahan, perlu diingat di sini, sejatinya pada kurun masa kerajaan islam demak, yakni pada era rezim raden patah yang ditopang oleh hegemoni (politik) walisongo dan sistem pemerintahan yang bersendikan (syariah) islam, pernah diterapkan (sistem) pemerintahan kekhalifahan. dan terbukti, sistem pemodelan kekhalifahan ala raden patah ini tidak mampu mengatasi zaman. kerajaan islam demak, pada akhirnya surut. ini bisa terjadi, karena sosio-kultur masyarakat jawa selama ribuan tahun dibentuk oleh warisan nilai hinduisme. dan sistem kekhalifahan tidak mampu mencair atau diadopsi oleh tatanan sosial masyarakat pribumi jawa yang selama ribuan tahun mengakar pada hinduisme. dapat dipahami kini, mengapa sunan kalijaga merancang strategi syiar dakwah  (islamiyah)-nya melalui konsep sinkretisme media wayang.  islam yang berkembang di jawa pun, tak sepenuhnya merupakan islam dengan kultur kearab-araban, melainkan islam yang di sana-sininya masih kental dengan adonan budaya hindu (jawa).

karenanya sistem pemodelan pemerintahan yang bersendikan demokrasi (pancasila), jauh bisa diterima oleh masyarakat ketimbang sistem pmerintahan dengan model kekhalifahan. dari sini dapat ditarik premis kesimpulan, bahwanya membangun suatu sistem pemodelan kekhalifahan di indonesia dapat dikatakan sulit berkembang, atau mustahil dapat diimplementasikan. secara kultural, akan terjadi penolakan. 

revolusi adalah harga mati!




salam revolusi! saudara sekandung negeri, keluarga besar republik indonesia yang majemuk. menyaksikan banyak terjadi kekacauan sosial dewasa ini, sangat salah bila rakyat tidak segera bangkit dan secepat-cepatnya mengubah penderitaan nasib dirinya. bukankah tuhan mengatakan bahwa nasib suatu bangsa terletak pada (ikhtiar perjuangan) bangsa itu sendiri. karenanya, rakyat harus segera dibangkitkan jiwa kritis revolusionernya. kabarkan kepada rakyat, bahwa para pejabat negara, birokrat, kebanyakan anggota parlemen dan aparat penegak hukum saat ini tak memiliki standar moral pengabdian yang memadai, dan  nasib rakyat seperti digantung, tanpa kepastian masa depan.

coba renungi fakta kaburnya ratusan koruptor ke luar negeri, dan lemahnya kontrol antisipatif pencegahan korupsi, manipulasi dan perampokan uang rakyat. ini memberi bukti bahwa betapa kacaunya pengelolaan negara saat ini. uang negara tak perlu dihambur-hamburkan hanya untuk memburu koruptor di luar negeri, apabila sistem pemerintahan benar-benar berjalan di garis perjuangan untuk mewujudkan rakyat sejahtera makmur sentosa seperti yang diamanatkan oleh konstitusi uud '45. sungguh miris menyaksikan fenomena kaburnya para koruptor ke singapura. sementara rakyat dalam posisi seolah lemah tak berdaya, dan hanya hanya bisa mengelus dada. kita tahu kelaparan sudah mulai membayangi warga desa. anak-anak mengalami gisi buruk. infrastuktur jalan, jembatan, irigasi pertanian serta ribuan gedung sekolah mengalami kerusakan parah, dan siatuasinya benar-benar kacau. sedangkan hukuman bagi koruptor, begitu ringannya. rasa keadilan sosial nyata-nyata tercabik di depan mata. dengan kondisi yang buruk seperti ini, mustahil  240 juta jiwa akan segera tiba sejahtera, makmur dan sentosa.

karena itu, diperlukan perjuangan bersama untuk mengubah nasib bangsa dalam proses yang relatif cepat. diperluklan energi besar untuk mengubah atau membalik status quo kondisi saat ini, dan itu tiada lain adalah revolusi. ya, revolusi, momentum perubahan besar dan mendasar yang harus diperjuangkan secara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. ini diperlukan untuk mengubah haluan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara dari yang berorientasi pada sistem kapitalis liberalisme dan kembali ke sistem ideologi klasik yakni sosialis pancasila yang konsekuen, dan menjadi sumber acuan kebijakan dalam menata kembali fundamen ekonomi, sosial, politik, budaya dan hankam.

sejak bangsa ini merebut kemerdekaan dari tangan kolonial, rakyat indonesia langsung mendapat gemblengan ideologi, moral dan karakter dari bung karno, sang pemimpin besar revolusi. melalui pidato-pidato heroik, dinamik dan dialektik, bung karno tak berhenti membangun spirit nasionalisme dan patriotisme bangsanya. kita, sejatinya, masih memiliki “utang sejarah” pada para tokoh pendiri negara dan sosok pemimpin berjiwa besar seperti bung karno, bung hatta, pangsar jenderal sudirman, sri sultan hb ix, tan malaka, mr muhamad yamin, haji agus salim, mr roem, bung syahrir, ki hadjar dewantara, dll. mereka adalah generasi pertama yang telah memenuhi panggilan sejarah dan telah meletakkan fundamen karakter kebangsaan kita. sebagai bangsa pejuang yang berkarakter, seharusnya kita tak perlu gentar menghadapi segala tantangan zaman.

bagaimana dengan situasi dan kondisi sosial saat ini? amboi, sangat memilukan realitas sosial kehidupan berbangsa saat ini. renungkan fakta terbaru terkait uang negara yang digelontorkan untuk menginfus kebangkrutan sistemik bank century sebesar 6,7 triliyun. ini benar-benar gemblung sontoloyo! uang sebesar itu sangat penting dan efisien bila dialokasikan untuk anggaran pertahanan, pendidikan, kesehatan dan subsidi pertanian. bayangkan saja, kerugian negara akibat kasus rezim blbi (bantuan likuiditas bank indonesia) yang dulu saja, belum bisa dituntaskan, bahkan beberapa pengemplangnya yang masih hidup kini menikmati hari tua di luar negeri. sangat tidak pancasilais dan jelas menohok rasa kemanusiaan dan keadilan sosial rakyat (miskin) indonesia. mana nasionalisme dan patriotisme bangsa, dan mana jiwa ideologi pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?

jelas, ini mencerminkan problem kekisruhan penalaran dan sikap mental kebangsaan kita. kebejatan moral (moral hazard) inilah yang melandasi berbagai keputusan dan kebijakan salah urus negara, salah urus tata kelola pemerintahan dan merembes hingga ke tingkat pemerintahan daerah. budaya korupsi sudah meluas sampai kesemua strata kehidupan kita. kpk (komisi pemberantasan korupsi) yang "bertangan mungil” tak akan mampu menyapu bersih keluasan najis korupsi yang mengotori birokrasi serta di lembaga negara lainnya. kita pun skeptis atau meragukan proses pengadilan tipikor yang kini dibentuk hingga ke tingkat kabupaten provinsi, dapat berjalan efektif memenuhi harapan dalam rangka pemberantasan korupsi di negeri ini. kita berpacu dengan waktu, berpacu membangun kembali fundamen moralitas, integritas serta kepribadian bangsa dengan proses kebangkrutan bangsa itu sendiri.

kini pun, timbunan utang negara dapat dikatakan sudah menggunung tujuh turunan. kita pun didera oleh komplikasi problem bangsa yang sedemikian  kompleks, multidimensional; baik itu di bidang politik ekonomi, kedaulatan pangan, masalah teritorial atau hankamnas, dan juga ketahanan sosial budaya. tak mudah bagi bangsa ini dapat segera membebaskan diri dari tekanan problem kebangsaan yang rumit seperti itu.

beberapa waktu lalu, teritori wilayah kita "diprovokasi" oleh negara boneka nekolim malaysia. kita hanya bisa mengeskpresikan kemarahan, tanpa bisa melawan dengan sikap yang bermartabat. jiwa nasionalisme dan patriotisme kita tak berkobar-kobar lagi seperti dulu. pada masa rezim revolusioner bung karno dulu,  kita masih memiliki kebanggaan sebagai bangsa yang berdalaut, serta merta dapat dengan cepat memobilisasikan satu juta kaum muda patriot yang “berani mati” dan siap berkonfrontasi dengan malaysia pada tahun 1963. bahkan jauh sebelum itu, atau tepatnya tahun 1960, bung karno, pemimpin besar revolusi, sudah berpidato lantang menggagas konsepsi mercusuar politik mengenai poros dunia baru (nonblok) di depan majelis pbb. kita sadari bahwa mulai dekade 60-an hingga saat ini, hegemoni amerika dan sekutu baratnya sudah  mencengkeram banyak negara di  berbagai kawasan. hampir separuh bulatan bumi berada dalam pengaruh politik, ekonomi dan militernya.

dan sejak dekade 60-an itulah,  bung karno dengan segala pengaruh revolusionernya memelopori dibentuknya gerakan nonblok yang diharapkan dapat memainkan peran strategis yang netral antara blok kapitalis amerika dan barat dengan blok timur yang sosialis komunis itu. bung karno mencoba mendayung di antara dua karang blok itu, meski pada akhirnya blok amerika dan barat tak memberi ruang ekspresi yang cukup bagi bung karno dalam mengembangkan konsepsi startegis non-bloknya itu. kini kita tahu, hampir semua negara yang dulu memelopori atau menjadi anggota pertama dari gerakan non-blok, dibikin kocar-kacir oleh kekuatan kapitalis amerika dan barat. yugoslavia, akhirnya bubar. india terus-menerus berada dalam keterancaman dan terlibat dalam ketegangan di kawasan dengan pakistan. afghanistan, mesir, irak, myanmar, iran, nigeria, libya, negara-negara di kawasan afrika mengalami instabilitas. indonesia,s ebagai salah setu pelopor dan pemrakarsa gerakan non-blok, sudah sejak lama dicabik-cabil melalui konflik ideologis pada tahun 1965. tidak kurang 2 juta rakyat indoensia mati dalam konflik paling berdarah dan kelabu yang dikenal sebagai "g-30-s" itu.      

berbagai upaya manuver politik adidaya mulai beroperasi dengan tujuan memberangus, menelikung serta menohok bung karno melalui berbagai modus peristiwa antara lain ancaman pembunuhan, sampai akhirnya membendung pengaruh gagasan revolusioner bung karno melalui strategi pembentukan negara (boneka) federasi malaysia pada tahun 1963. pada tahap berikutnya, operasi infiltrasi intelejen c.i.a pada akhirnya mempengaruhi organ tni (angkatan darat). manuver anasir asing itu berpuncak hingga meletusnya peristiwa g-30-s tahun 1965. akhirnya, rezim revolusioner bung karno jatuh, dan ia hidup dalam "kerangkeng" isolasi rumah hingga wafatnya. dengan begitu, gelora jiwa revolusioner rakyat indonesia pun berangsur-angsur  meredup seiring dengan wafatnya bung karno, sang bapak bangsa pada tahun 1970.  

yang terlihat kini adalah kehinaan diri dari bangsa indonesia. lihatlah lanskap ini, jutaan kaum muda desa eksodus ke luar negeri seperti malaysia, bahrain, arab saudi, uni emirat, kuwait, lebanon, hong kong. mereka terpaksa hidup lemah tak berdaya dan kepepet bekerja sebagai kacung, jongos, babu bahkan hrus rela diposisikan bak budak teraniaya. situasinya sungguh berbalik. bangsa indonesia kini kembali menyandang  status sebagai bangsa kuli atau budak bagi bangsa asing. bahkan kini rongrongan dari negara boneka nekolim malaysia sangat verbalis menusuk mata. bahkan, pulau sipadan dan ligitan, yang persengketakan lama, kini lepas dan menjadi bagian dari teritori malaysia. seringkali terjadi insiden terang-terangan di wilayah ambalat (ambang batas laut). malaysia sudah tahu dengan pasti titik ketidakberdayaan bangsa-negara ini. terjadi klaim budaya reog, lagu rasa sayange, tari pendet, wayang kulit, batik dan angklung. ini sudah benar-benar keterlaluan. bangsa sebesar ini hanya bisa meratapi kejayaan nasionalis dan patriotismenya di era bung karno dulu. tak ada solusi yang lebih komprehensif selain kembali lagi ke jalan spirit revolusi 45, menemukan kembali karakter bangsa, menggembleng kembali moralitet dan mentalitet bangsa yang sejak lama sudah terkonstaminasi virus kapitalisme neoliberal global.

merindukan figur pemimpin sejati




salam revolusi! saudara sekandung negeri, keluarga besar republik indonesia yang majemuk. sejak lama, bangsa ini gelisah merindukan sosok figur pemimpin sejati yang berjiwa revolusioner, berkarakter mumpuni, tangguh, tandon, pengayom sejati rakyat kecil! di sisi lain, tujuan dari perjuangan revolusi kita adalah bangsa ini harus secepatnya membangun karakter bangsa dan mencapai kesejahteraan serta kemakmuran bersama, mengembangkan fundamental jiwa berdikari di segala bidang: ekonomi, politik, sosial, hankam, budaya. inilah sejatinya cita-cita kemerdekaan yang diimpikan oleh para pendiri bangsa generasi pertama. harus disadari, bahwa dalam 3 tahun terakhir, hampir 6 ribu nyawa tki/tkw yang melayang akibat mereka mencari makan dan bekerja dengan status sebagai kacung, jongos, babu dan diperlakukan bak budak kolonial (kerja rodi) di masa lalu. 

sementara di negeri sendiri, penyakit sosial menggerogoti pilar negara. korupsi, kolusi, manipulasi dan nepotisme yang makin gila merajelala di segala bidang kehidupan. semua ini diakibatkan karena rusaknya moralitet, mentalitet, dan hancurnya karakter bangsa. sungguh miris mencermati integritas pengabdian para pejabat negara, aparat penegak hukum dan kabir (kapitalis birokrat) dewasa ini. nilai-nilai luhur karakter bangsa seperti: kejujuran, kesatriaan, pengabdian, etos kerja, solidaritas sosial, kesantunan, sudah lama memudar atau meredup. pada akhirnya, kita sedang bergerak tumbuh sebagai bangsa yang hipokrit, penuh dengan kemunafikan diri. cermati dengan seksama realitas hidup berbangsa saat ini. kita agung-agungkan filosofi pancasila, namun pada tataran realitas implementasinya kita cabik-cabik sendiri. kita agungkan sila ketuhanan, tapi perilaku kita justru kesetanan dan kebendaan. kita agungkan pri kemanusiaan, tapi perilaku kita justru pri kebinatangan. kita agungkan persatuan, justru wajah sebaliknya yang terlihat gontok-gontokan dan bertikai bacok-bacokan. kita sanjung nilai-nilai musyawarah dan kemufakatan, tapi justru yang terpancar lobi-lobi politik jual beli suara voting. kita elus-elus nilai keadilan sosial, tapi justru yang muncul nilai keadilan individual yang melahirkan kapitalis-kapitalis bermental serakah, rakus dan tamak. inilah potret buram wajah bangsa kita di hari ini.                                                                                                                                                                                                         
                                                                                                                                                             dan hampir abad berlalu, bangsa ini kehilangan figur pemimpin sejati, pemimpin pancasilais yang berjiwa revolusioner, yang jiwa dan urat nadinya menyatu dengan rakyat jelata. pemimpin yang juga memiliki karakter militan patriotik. dan ingat, kini hampir 100 juta rakyat miskin merindukan karakter pemimpin dengan tipikal bung karno sebagai figur pemimpin inspiratif yang revolusioner. 100 juta rakyat miskin itu hanya diam “membisu”, dan merekatinggal di pelosok perbukitan, kaki gunung yang senyap, tebing jurang yang curam, ngarai sungai berkelok, kampung nelayan kumuh, juga di kolong-kolong jembatan tol, bantaran sungai, hingga rumah kardus di sepanjang rel kereta api. persoalannya kini, di manakah sosok figur pemimpin besar yang setara dengan bung karno?

dan ingat, di republik ini, pria atau wanita punya hak yang sama untuk memimpin bangsa ini. tapi pemimimpin harus memiliki bobot keteladanan meliputi: budi pekerti luhur, sikap perilaku, menjunjung etika moral, daya nalar kecerdasan, daya linuwih (keistimewaan), dan berjiwa pengayom sejati yang tak pernah gentar bertaruh jiwa raga untuk rakyat yang dipimpinnya. itulah sosok figur pemimpin sejati, pemimpin berjiwa pancasilais dan memiliki urat nadi militan patriotik. seorang pemimpin haruslah memihak pada rakyat, dan berjuang amat gigih untuk menegakkan landasan moral kebenaran dan siap tampil di depan untuk mengahadapi kesewenang-wenangan, arogansi, hegemoni negara adikuasa global amerika beserta poros setan sekutu baratnya. pemimpin sejati seperti itulah yang dirindukan oleh bangsa ini, sekarang ini.
 
pemimpin sejati niscaya gelisah tak dapat tidur nyenyak ketika tahu masih ada rakyatnya yang terpaksa hengkang ke luar negeri, mencari makan dengan cara bekerja sebagai kacung, jongos, babu bagi keluarga warga asing. pemimpin sejati akan mendidih darah revolusionernya ketika tahu ada rakyatnya mati dianiaya oleh bangsa lain. terlebih yang mati dianiaya adalah tki/tkw adalah rakyat jelata.kini terdapat 100 juta rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan. ini sungguh merisaukan hari depan bangsa. jadi mari serentak kita bangkit, semangat dan berjuang maju untuk momentum perubahan besar dan mendasar. dan kita hidup di garis katulistiwa. keragaman atau pluralitas adalah realitas kita di hari ini, esok dan akan datang. kita bersuku-suku, berbahasa-bahasa, beragama-agama, dengan segala aneka warna kulit dan citarasa budaya. kita sejatinya adalah mozaik simponi orkestra universal yang mendendangkan irama negara-bangsa dengan langgam religiusitas ketuhanan, spiritualitas kemanusiaan, dan egalitarian kerakyatan serta rampak dalam derap koor yang padu: gotong royong. itulah potret wajah diri kita yang sesungguhnya. lantas menguap ke mana partitur pancasila, lantas di mana konduktor sejati yang memimpin orkestra negeri ratna mutu manikam ini. kini yang dilantunkan adalah nada sumbang demokrasi, iramanya gaduh, tidak ritmis, tak ada harmonisasi nada. dan semoga forum komunikasi revolusioner ini dapat menyumbangkan satu ketukan nada bagi keselaran orkestrasi indonesia raya.
                                                                                                      .                                                                                              harap dicatat pula, bahwa konstelasi masalah bangsa pasca-kemerdekaan, sekitar dekade 1950-1965 yang tergolong krusial saat itu adalah urgensi tiga agenda besar yang harus dikerjakan bangsa dengan amat terburu-buru yaitu: pertama, dimulainya pembangunan karakter bangsa setelah bangsa ini dijajah hampir selama 5 generasi; kedua, mengantarkan bangsa agar kokoh berdikari di bidang ekonomi, politik, budaya, tujuannya agar rakyat hidup merdesa, cukup sandang pangan papan; dan ketiga, geopolitik global yakni konstelasi perang dingin dua blok ideologis besar (blok kapitalis vs blok sosialis komunis). ketiga agenda besar ini mengepung rezim bung karno pada masa itu. dan bung karno, bapak bangsa lebih memprioritaskan proses penggemblengan karakter bangsa. ia ingin bangsa kita berdaulat, punya martabat dan harga diri. proses penggemblengan karakter bangsa dilakukan secara massif dan intensif di berbagai podium pidato. dan ingatlah yel-yel revolusioner yang menggelegar saat itu: "lebih baik hujan batu di negeri sendiri, daripada hujan emas di negeri orang; ganyang nekolim; amerika kita setrika, inggris kita linggis; usa go to hell; jangan menjadi bangsa bermental tempe..." yel-yel revolusioner ini membahana pada dekade 1950-1960-an. proses penggemblengan karakter bangsa ini, mampu membangkitkan kebanggaan rakyat sebagai bangsa yang berdaulat dan merdeka, meski realitasnya hidup miskin dan melarat pada saat itu.                                                                                                                                                               .                                                                                                                                                                tapi kemiskinan dan kemelaratan tak membuat mereka kehilangan martabat sebaai bangsa. tapi lihatlah kini, hanya sebagian kecil saja rakyat kita sejahtera, namun realitas totalnya kita kehilangan harga diri, kehilangan martabat, kehilangan rasa kebanggaan sebagai bangsa. kalau sudah begini, rakyat menjadi kehilangan harapan dan kehilangan rasa percaya diri sebagai bangsa yang berdaulat, dan karenanya pupus pudarlah spirit nasionalisme dan patriotisme bangsa. dan itu terjadi saat ini, sekarang ini, di sini. gaya hidup kapitalis barat menjadi trend kalangan kelas menengah perkotaan, solidaritas sosial memudar, militansi patriotik bangsa pupus. jadi proses keindonesiaan kita memang belum selesai, artinya revolusi belum selesai karena sistem sosialis pancasila belum menjadi fundamental inspiratif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. karena itu, diperlukan keberanian memilih jalan yakni mendorong momentum perubahan besar dan mendasar yang harus kita perjuangkan bersama dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, dan itu tiada lain menjebol kemapanan sistem yang tak mampu menjawab tantangan zaman saat ini, dan lalu membangun sistem yang berlandaskan ideologi klasik sosialis pancasila. oleh sebab nilai-nilai keadilan sosial dan kesejahteraan umum tak mungkin dapat ditegakkan dalam sistem kapitalis neoliberal, melainkan hanya dapat diwujudkan melalui sistem sosialis pancasila yang murni dan konsekuen. dan benar faktanya, bahwa pada masa rezim bung karno, ekonomi kocar-kacir, inflasi tinggi, tapi ingat pada masa itu, rakyat gilang gemilang memiliki harkat, martabat dan harga diri sebagai bangsa yang berdaulat merdeka. nilai kehidupan sosial bangsa yang ideal justru terletak di sana kuncinya: rasa bangga sebagai bangsa, rasa berani berkorban demi kejayaan bangsa dan negara. dan kini segala aset karakter bangsa itu bagaikan luruh diterjang globalisasi.                                                                     

refleksi kemerdekaan ke-65: jayalah indonesia!




salam revolusi! saudara sekandung negeri, keluarga besar republik indonesia yang majemuk. sejatinya kita belum benar-benar merdeka dan juga belum berdaulat penuh. kita belum berdaulat di bidang ekonomi, politik, budaya dan juga hankam. apalagi realitas kehidupan sosial kita dewasa ini, telah terintegrasi dengan jejaring globalisasi (neoliberal). kita sadari, bahwa globalisasi sejatinya laksana kuda troya yang ditumpangi oleh imperialis amerika dan sekutu baratnya. mereka ini siap menerkam bangsa-bangsa yang lemah dan tak memiliki pertahanan benteng karakter bangsa yang kuat. dan indonesia,  masuk dalam perangkap jejaring globalisme neoliberal. dalam bidang politik, misalnya, kita terperangkap menerapkan sistem demokrasi liberal yang bercirikan multi-partai, namun memiliki kemiripan dalam platform politik ideologisnya. demokrasi semacam ini, sejatinya adalah pengulangan dari episode sejarah pada masa kabinet syahrir dulu. akibatnya timbul "kekacauan" di berbagai daerah, terjadi gontok-gontokan, saling berebut kekuasaan. dan nasib rakyat, pada akhirnya diabaikan atau terabaikan.  

kondisi faktual ini masih diperparah dengan sirnanya kedaulatan ekonomi nasional, juga rapuhnya benteng strategi kebudayaan nasional sehingga proses pembaratan atau westernisasi menjadi keniscayaan yang tak mungkin terhindarkan lagi. dengan kondisi sosial bangsa, yang dari hari ke hari makin membusuk inilah, timbul keputusasaan di lapisan rakyat kecil. sejatinya, kondisi faktual nkri dalam bahaya laten, terjadi resistensi dan disintegrasi. tanda-tanda ke arah itu semakin nyata terlihat. simpul kohesi kebangsaan amatlah rapuh, karena pudarnya nasionalisme, patriotisme, dan getasnya ikatan emosional rasa senasib dan sepenanggungan.

kontrol kepemimpinan nasional hanya sebatas peran simbolik, karena lemahnya karakter kepemimpinan nasional dalam menyerap aspirasi rakyat. tampaknya, bangsa ini perlu cepat menyadari urgensi keterdesakkannya untuk membenahi fundamental kehidupan berbangsa dan bernegara secara serius dan sungguh-sungguh. segenap komponen bangsa perlu segera dikonsolidasikan dan perlu merekonstruksi ulang spirit perjuangan revolusi 1945 yang idealistik, heroik, patriotik dan romantik itu. bila konsolidasi tidak dilakukan dengan segera, maka yang tersedia hanya satu pilihan jalan yakni: revolusi, zonder kompromi! dan tampaknya, revolusi akan menjadi keniscayaan bila kondisi sosial makin ekstrim memburuk.

dalam analisis, kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara telanjur parah. terdapat 3 (tiga) agenda besar bangsa yang perlu dibenahi segera: (1). membendung globalisasi neoliberal; (2) merebut kembali kedaulatan perekonomian rakyat, politik, budaya, dan hankam; (3). implementasi keadilan sosial di bidang ekonomi, politik, budaya. di bidang ekonomi perlu dibangun kokoh tiga sektor sosko guru perekonomian nasional yakni: pertanian, kelautan, ukm, yang kesemuanya harus dinaungi dengan spirit ideologis sosialis (pancasila). 

inilah butir refleksi atas kondisi sosial kebangsaan kita yang tak jelas visi ideologis nasionalnya. refleksi pemikiran ini merupakan ekspresi keprihatinan dalam rangka momentum peringatan hari kemerdekaan ke-65. jayalah bangsaku, jayalah negeriku! 

Senin, 14 Mei 2012

hidup nelangsa di negeri yang subur




salam revolusi! saudara sekandung negeri, keluarga besar negara republik indonesia yang majemuk. teguklah suguhan kopi revolusioner pagi ini. jaga semangat perjuangan. sungguh memilukan nasib bangsa ini. hidup di tanah yang subur dengan kekayaan sumber daya alam melimpah. akan tetapi sebagian besar rakyatnya hidup nelangsa di engeri sendiri. renungkan kehidupan tragik rakyat yang bersusah payah mencari nafkah di pertambangan rakyat. bayangkan, sejak tahun 1997, sudah lebih 1000 nyawa melayang karena berjuang mencari makan di lorong-lorong gelap dan pengap di lokasi pertambangan rakyat. ingat kembali musibah tragis menimpa kaum pekerja miskin pertambangan batu bara di bukit bual, tanjung ampalu, koto tujuah, sijunjung, sumatera barat, atau sekitar 98 km arah timur kota padang (17/6/2009).

terjadi ledakan besar akibat gas metana  (ch) yang keluar dari perut bumi di kedalaman 100 m, dan mengakibatkan sedikitnya 35 tewas, puluhan tertimbun, dan lainnya menderita luka bakar. kawasan pertambangan sawahlunto sudah dikenal sejak masa kolonial hindia belanda pada tahun 1858. dan pada tahun 1893, di sana mulai dibangun pelabuhan teluk bayur untuk memudahkan  pengangkutan hasil tambang. seperti serangkaian kasus musibah sebelumnya, kali ini pun belum ada pihak-pihak yang secara kstaria dan sukarela bertanggung jawab. meski saat ini pemkot sawahlunto mengisyaratkan akan menutup semua lokasi penambangan batu bara rakyat.  bagi kaum revolusioner, negara jadi tampak aneh karena seolah bangsa ini tak pernah jera belajar dari banyak kasus musibah. kita tahu, bangsa yang cerdas adalah bangsa yang tak pernah belajar dari musibah berkali-kali. dari rezim ke rezim, kondisinya masih sama: masih membiarkan ibu pertiwi menangis pilu.       

saudaraku,  silahkan teguk suguhan kopi revolusioner ini. jaga semangat perjuangan. gembleng sebanyak mungkin kaum muda bangsa ini agar mereka memiliki jiwa karakter revolusioner patriotik. maju berjuang, walau lapar terus memburu, walau hari esok serba tak tentu! satu jalan menuju harapan dan pencerahan baru: revolusi zonder kompromi! dan jalan terbaik untuk membongkar sumbatan kemapanan sistem saat ini adalah melalui jalan revolusi sosial. mendorong perubahan besar dan mendasar. menarik haluan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara yang berporos pada kapitalis neoliberal ke jalan luurus sosialis pancasila.

saudaraku,  silahkan teguk suguhan kopi revolusioner ini. lantas apa makna dari sila persatuan, bila kita dapati di berbagai penjuru daerah terjadi tawuran mahasiswa serta pelajar, merebak konflik sosial, bahkan juga mencuat konflik antar aparat keamanan. seberapa kokoh akar nilai filosofi pancasila mengakar dalam sanubari jiwa bangsa?  lantas di manakah peran strategis rezim pemerintahan saat ini dalam mengimplementasikan moral ideologi pancasila? harus disadari,  jiwa pancasila sudha pupus memudar, nasionalisme loyo dan militansi patriotismebangsa berangsur lenyap sejak kejatuhan rezim revolusioner bung karno pada tahun 1965. Kini negara dalam ancaman bahaya, lonceng bubarnya negara republik indonesia tinggal menunggu waktu. fakta-fakta dan indikator sebagai negara gagal sudah terlihat di depan mata. jutaan tki/tkw eksodus ke luar negeri. tercatat sudah lebih dari 6 ribu nyawa mati sia-sia dalam kurun waktu 3 tahun terakhir ini.  mereka terpaksa bekerja di luar negeri, karena di negeri sendiri, kondisinya begitu kacau dan berantakan tak terurus. akhirnya jutaan rkayat yang eksodus itu, terpaksa hidup merana jadi kacung, jongos, babu dan bak budak teraniaya. sementara praktek kehidupan kotor seperti:  korupsi, kolusi, manipulasi, nepotisme, kian meluas merajalela. rakyat harus secepatnya bangkit, rapatkan barisan demi  mendorong momentum perubahan besar dan mendasar: revolusi zonder kompromi !


ingatlah, pemilu 2009 yang buruk



salam revolusi! masih ingatkah kita bahwa sesungguhnya proses pilpres 2009 yang lalu, hasilnya tak begitu baik. dapat dikatakan, wajah demokrasi politik melalui pilpres 2009, cukup menyedihkan; proses dan hasil akhirnya tak mencerminkan demokrasi yang berkualitas. ingat, kacaunya dpt (daftar pemilih tetap), lemahnya operasionalisasi teknologi informasi (it) di kpu, tak transparannya sumber pendanaan parpol serta banyaknya kemiripan platform (ideologis politik) parpol kontestan pemilu; ini semua mencerminkan buruknya performa demokrasi indonesia dewasa ini. ini sejatinya cuma pesta demokrasi yang semu, yang tak memberi banyak manfaat signifikan bagi perbaikan kesejahteraan serta kemakmuran rakyat. bagi jutaan rakyat miskin, demokrasi hanya merupakan 'sesuatu yang mewah.'

ketidakberesan serta pelanggaran sepanjang proses kampanye pileg dan pilpres, mencerminkan rendahnya visi kebangsaan di negeri ini. Ini mencerminkan sikap pragmatis elit politik di negeri ini. secara moral etika politik, performa elit parpol seolah kemaruk atau kesetanan ingin meraih jabatan serta kekuasaan. tak peduli caranya, mereka halalkan segala cara. mereka abaikan amanat penderitaan rakyat. kita mencatat, tak kurang dari 50 juta jiwa kini hidup dibelit kemiskinan. dan sebagian dari rakyat miskin itu, hidup di desa-desa. di antaranya, mereka mencari nafkah ke luar negeri, hidup merana sebagai kacung, jongos, babu, atau sewaktu-waktu diperlakukan bak budak teraniaya. di tengah kondisi bangsa seperti inilah, demokrasi multpartai justru tumbuh dan berkembang tak terkontrol, memperlihatkan performanya yang pragmatis. para caleg umumnya tumbuh instan, miskin wawasan politik, tak cukup memiliki bekal referensi dan visi kebangsaan. mereka tiba-tiba saja hadir, meramaikan bursa caleg, atau mematut diri sebagai wakil rakyat yang sama sekali tak memahami konstelasi aspirasi sosial politik masyarakat yang diwakilinya.

sungguh menyedihkan atmosfir demokrasi yang tumbuh berkembang saat ini. hampir semua komponen bangsa terseret ke dalam pusaran absurditas politik semacam ini. padahal, yang diperlukan bangsa ini sejatinya adalah visi politik revolusioner, membangun kembali fundamental ideologis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan landasan pancasila yang kokoh serta implementasi konstitusi uud ‘45 yang murni dan konsekuen. harus disadari, bahwa bangsa dan negara ini belum benar-benar siap berdalaut secara penuh. bangsa ini masih harus digembleng secara mental ideologis agar tumbuh menjadi bangsa yang berkarakter, tangguh, dan memiliki visi jauh ke depan sebagai bangsa yang berjiwa sosialistis, tak goyang terhuyung-huyung dihantam gelombang kapitalisme global, materialisme serta liberalisme.

kembali pada multi-parpol yang jumlahnya puluhan itu. umumnya mereka itu sekadar menjalankan praktek politik spekulatif belaka yang dilandasi kalkulasi ‘untung rugi’, dan bukan dilandasi oleh semangat pengabdian demi memajukan bangsa ini. mereka umumnya berjiwa bak pedagang, dan sama sekali tak memahami akar sejarah budaya bangsa, tak memahami psikologi bangsa, tak mempunya kepekaan sosial. mereka itu memang bertitel atau bergelar s1, s2, s3, atau dapat dikelompokkan sebagai kaum cendekia terdidik; tapi itu semata-mata hanya untuk mendongkrak prestise status sosialnya. sikap moral mereka senyatanya tak mencerminkan representasi tingkat keintelektualannnya. tipikal figur orang-orang seperti inilah yang kini mendominasi bursa caleg, cagub, capati, cawakota.

di tengah situasi miris inilah, 240 juta jiwa rakyat indonesia seolah mendambakan kinerja mesin pemerintahan yang kelak dapat mengantarkan mereka hidup sejahtera makmur sentosa. dan terbukti dalam beberapa tahun terakhir, banyak para pejabat atau aparatur negara, anggota parlemen, birokrat yang terjerat berbagai kasus korupsi, kolusi, manipulasi dan nepotisme. kini negara dalam ancaman bahaya. kemiskinan dan pengangguran tak tuntas teratasi dengan baik. kesenjangan sosial kaya miskin semakin lebar. stabilitas politik dan kemanan mulai terganggu. embrio disintegrasi bangsa terjadi di berbagai daerah. bangsa ini harus segera bangkit, merapatkan barisan untuk menyokong dan mendorong perubahan besara dan mendasar di negeri ini: revolusi zonder kompromi.

bersihkan indonesia dari sarang mafioso



salam revolusi! banyak indikator yang menegaskan bahwa rezim pemerintahan saat ini tak efektif dan tak becus dalam menggerakkan roda pemerintahan. dalam beberapa tahun terakhir, banyak para pejabat atau aparatur negara, anggota parlemen, birokrat yang terjerat berbagai kasus korupsi, kolusi, manipulasi dan nepotisme. kini negara dalam ancaman bahaya. kemiskinan dan pengangguran tak tuntas teratasi dengan baik. kesenjangan sosial kaya miskin semakin lebar. stabilitas politik dan kemanan mulai terganggu. embrio disintegrasi bangsa terjadi di berbagai daerah. karenanya, bangsa ini perlu segera menyokong momentum perubahan besar dan mendasar di negeri ini. itu tiada lain adalah revolusi zonder kompromi.

kini soalnya, bagaimana kita membangun aliansi gerakan perubahan ini agar benar-benar sinergis, konsolidatif, menjadi kekuatan revolusioner yang benar-benar riil dan dapat diandalkan mendorong agenda perubahan besar dan mendasar. satu hal penting yang perlu dicatat, kita begitu peduli dan amat mencintai negeri ini. dan harus diingat bahwa medan perjuangan untuk mengekspresikan kecintaan kita pada tanah air ini, tidak mutlak harus diperjuangkan melalui jalur aspirasi kepartaian, apalagi puluhan "peternakan" parpol saat ini sejatinya adalah representasi dari demokrasi abal-abal yang keblinger. perhatikan platform partai yang ada saat ini, mereka mirip-mirip saja, tapi mereka memanfaatkan habitat demokrasi yang sedang tumbuh mekar saat ini untuk mencari peruntungan nasib, dan partai bukan lagi sebagai media perjuangan untuk mencapai kesejahteraan umum dan kemakmuran bersama, melainkan demi kesejahteraan dan kemakmuran para elit parpol yang perlente, petantang petenteng itu.

para elit partai telah mengatasnamakan aspirasi rakyat dan mereka menjual aspirasi rakyat untuk memperkaya diri mereka sendiri, dan tidak mau peduli pada kesusahan dan penderitaan rakyat miskin. lihat dan catat, apa reaksi parpol ketika disadari bahwa hampir 3 tahun terakhir ini didapati ribuan tki/tkw yang mati sia-sia karena mereka terpaksa ekosdus mencari makan di negeri orang, mengetuk ketuk pintu rumah asing, menadahkan tangan untuk minta dipekerjakan sebagai kacung, jongos, babu dan harus siap sedia diperlakukan bak budak teraniaya. para anggota parlemen yang tampaknya tampil necis terhormat itu, justru memperlihatkan kontes performa selebritis, tidak menampilkan sosok pejuang rakyat yang berkeringat. mereka adalah wakil rakyat yang manipulatif, tidak merepresentasikan diri sebagai wakil rakyat sejati. renungi pula timbunan 1001 kasus mafia pajak, mafia peradilan, mafia hukum, mafia anggaran, mafia proyek. kita laksana hidup di sarang mafioso, sehingga para cecunguk mafia itu dapat leluasa mengendalikan hajat hidup rakyat banyak.

lantas, di mana suara elit parpol? lantas di mana peran rezim pemerintah dalam mengayomi rakyat? lantas di mana aparat penegak hukum yang mestinya siang malam menjaga pilar keadilan? mereka layu lumpuh. tak berdaya mengendalikan keadaan. mereka hidup di tengah himpitan sistem yang kapitalistik, individualistik, materialistik dan hedonistik. apakah “peternakan” parpol abal-abal itu akan mampu membebaskan negeri ini dari hegemoni para mafioso yang gentayangan di negeri ini? sungguh konyol bila rakyat masih menggantungkan harapan pada model demokrasi liberal mulktipartai yang oreinetasi perjuangannya nyata-nyata menghamba pada kekuasaan (an sich), uang serta proyek demi memperkaya diri sendiri dan elit parpolnya. rakyat harus insaf politik bahwa ia sejatinya hidup diu tengah pusaran sistem kehidupan berbangsa dan bernegara yang busuk, boborok, tak efektif dan dan tak efisien ini.




realitas demokrasi liberal saat ini makin menegaskan performa parpol yang peran dan fungsinya laksana angkot omprengan yang ngetem di sembarang tempat. peran parpol bak kendaraan angkot yang sibuk memburu setoran dana kampanye sekaligus berebut tumpangan caleg, cagub, cawakot dan capati bahkan capres untuk cepat-cepat diantarkan ke kursi jabatannya, asalkan si “penumpang” bersedia setor ongkos politik sesuai tarif negosiasinya. rakyat hidup di tengah kegilaan sistem demokrasi seperti ini. sungguh konyol keblinger menyaksikan jalannya demokrasi seperti ini. karenanya, rakyat perlu insaf politik dan bertindak secara lebih revolusioner dmei mengubah keadaan yang awut-awutan begini. akal sehat harusditegakkan, kebenaran harus terus disuarakan, hati nurani harus dipendarkan. jiwa revolusioner di kalangan kaum muda bangsa harus digelorakan. antara cita cita kemerdekaan, harapan dan realitas sosial seperti gak nyambung. cita-cita kemerdekaan tertuang dalam uud 1945 yang jiwa dan nafasnya bermuatan nilai-nilai keadilan sosial untuk mencapai kesejahteraan umum, kemakmuran dan kesontosaan.

kini, harapan rakyat pupus, karena implementasi uud 1945 tak sungguh-sungguh pro-rakyat, dan hanya memihakpada segerombolan kecil kaum pemilik modal alias kapitalis borjuasi, baik itu bangsa asing atau antek-antek investor asing. sementara bahaya latent korupsi, kolusi, manipulasi dan nepotisme sudah sejak lama menggeroti sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. landasan ideologi pancasila, benar-benar rapuh. produk komoditas pangan dan pertanian beras diimpor dari luar negeri, sementara subsidi diberbagai sektor kehidupan rakyat mulai dikurangi atu dibatasi; sehingga dengan sendirinya beban kehidupan rakyat semakin berat. sementara komplotan parpol di senayan mulai kasak-kusuk mengatur manipulasi aneka proyek untuk kepentingan dana kampanye pemilu parpolnya. banyak praktek kegiatan terselubung perampokan uang rakyat. inilah gambaran buruk jalannya demokrasi politik di negeri ini. masa depan negara republik indonesia, benar-benar dalam bahaya!

di tengah kegaduhan inilah, jutaan rakyat miskin jelata yang tinggal di desa-desa atau hidup berumah kardus di sepanjang rel, kolong jembatan tol, bantaran sungai yang airnya keruh, menantikan datangnya “keajaiban” uluran tangan tulus dari sang pemimpinnya untuk mengentaskan penderitaan kemiskinan sosial akut. harapan seperti itu, di tengah kekacauan nilai-nilai seperti saat ini, laksana sebongkah mimpi di siang bolong. Artinya, mustahil ada pemimpin yan g serisu mengabdi untuk rakyat, bangsa dan negaranya. Semua pejabat negara (pusat dan daerah), birokrat, elit parpol abal-abal hingga ke aparat penegak hukum, tidak memiliki integritas pengabdian yan g benar-benar optimal. Mereka kini berada di tengah kekacauan sistem berlandaskan kapitalisme neoliberalisme, dan mereka tak mampu keluar dari sistem yang meraksasa seperti itu. lantas bagaimana sikap dan tindakan rakyat untuk menjebol sistem yang kacau seperti saat ini? tak ada solusi yang revolusioner, kecuali bangsa ini harus berani mengambil satu jalan terjal yang tersisa yakni: revolusi zonder kompromi. pekik satu yel yang kompak serempak rancak penuh gerak dan sorak: pemilu no, revolusi pancen oh yes!

kembalilah ke jalan lurus sosialis pancasila, bukan yang lain. karenanya kita perlu membangkitkan kembali elan jiwa juang nasionalisme dan patriotisme bangsa, dan jangan pernah bimbang dan ragu untuk berteriak lantang menyuarakan perlunya perubahan besar dan mendasar di negeri ini, dan itu artinya harus menempuh jalan revolusi, iya revolusi sosial, iya revolusi zonder kompromi, meninggalkan jalan sesat kapitalis neoliberal di segala bidang kehidupan, dan kembali ke jalan lurus sosialis pancasila yang bersendikan keadilan sosial dan gotong royong. hanya melalui satu jalan itulah, bangsa indonesia akan kembali menemukan jati dirinya, akan kembali merekonstruksi karakter bangsa yang remuk redam, akan kembali menemukan pencerahan baru, akan kembali menemukan obor nasionalisme dan patriotisme bangsa yang kini memudar dan lumpuh layu, akan kembali menemukan cita-cita lama kemerdekaanya yakni: mencapai masyarakat sejahtera, makmur, sentosa dan bahagia bersama-sama.