salam
revolusi! saudara sekandung negeri, keluarga besar republik indonesia yang majemuk. diselingi menyeruput secangkir kopi kenthel dan manis, pagi ini terkenang satu statement historis bung karno melalui risalah kemerdekaan yang ditulisnya pada tahun 1933: "kemerdekaan, politieke onafhkelijkheid, political
independence, tak lain adalah satu jembatan emas...". dalam konteks ini, mari kita tengok realitas sosial saat ini. kemerdekaan, dalam konsepsi bung karno merupakan modal berharga, sebentang jembatan emas. akan tetapi, kini hampir setengah abad berlalu, jembatan emas yang
sejatinya dapat kita lintasi untuk mencapai masyarakat sejahtera, adil, makmur sentosa, dengan sengaja sudah kita sia-siakan.
kita dapat realitas kehidupan getir seperti ini: dari rezim ke rezim, utang negara kian menggunung, jutaan rakyat hidup di bawah garis kemiskinan, kesenjangan sosial melebar, pengangguran meningkat, sebagian saudara kita hidup merana dan telantar di negeri orang, kepepet bekerja sebagai kacung, jongos, babu, dan harus rela dipsosisikan bak budak kolonial, bekerja tanpa gaji, bahkan dianiaya dengan taruhan nyawa. di manakah harga diri, kehormatan, harkat dan martabat bangsa? para petani, nelayan dan buruh pabrik tak kunjung beranjak sejahtera. dari hulu ke hilir, sektor kelautan (perikanan) dan pertanian kita, keadaannya tak pernah tumbuh dan berkembang baik.
kita dapat realitas kehidupan getir seperti ini: dari rezim ke rezim, utang negara kian menggunung, jutaan rakyat hidup di bawah garis kemiskinan, kesenjangan sosial melebar, pengangguran meningkat, sebagian saudara kita hidup merana dan telantar di negeri orang, kepepet bekerja sebagai kacung, jongos, babu, dan harus rela dipsosisikan bak budak kolonial, bekerja tanpa gaji, bahkan dianiaya dengan taruhan nyawa. di manakah harga diri, kehormatan, harkat dan martabat bangsa? para petani, nelayan dan buruh pabrik tak kunjung beranjak sejahtera. dari hulu ke hilir, sektor kelautan (perikanan) dan pertanian kita, keadaannya tak pernah tumbuh dan berkembang baik.
kita prihatin dengan performa sejumlah pemimpin di pusa dan daerah saat ini. sementara elit parpol, lebih mementingkan tampil
necis, dengan aroma parfum berkelas, menikmati pola gaya hidup kaum borjuasi
kapitalis liberal barat. mereka ini sesungguhnya musuh bangsa yang paling nyata. mereka memiliki hak
privilege, hak ekslusivitas sebagai pejabat negara. mereka berfoya di atas penderitaan hampir 100 juta
rakyat miskin. dan untuk memutus mata
rantai ini, diperlukan perubahan besar dan mendasar yakni: revolusi zonder kompromi!
mengubah haluan sistem kehidupan berbangsa dan bernegara dari kapitalis
neoliberal kembali ke ideologi klasik sosialis pancasila.
baru-baru ini terlontar satu analisis cerdas dari prof jeffrey winters (universitas northwestern) yang berkesempatan berbicara di sebuah forum yang diselenggarakan oleh universitas gadjah mada (ugm), terkait pendapat akademiknya mengenai demokrasi yang tumbuh berkembang di indonesia dewasa ini. dikatakan, bahwa demokrasi politik saat ini cenderung mengacu pada sistem oligarki berbasiskan uang atau kekayaan elit parpol, status serta jabatan formal. dan memang, tak bisa banyak diharapkan dari demokrasi dengan sistem seperti ini.
kemiskinan struktural dan kultural menjadi problem besar di negeri ini. selama kondisi perpolitikan nasional masih berbasiskan pada kepentingan kekuasaan pragmatik, maka selama itulah kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, mustahil dapat diwujudkan. apalagi, jalannya demokrasi kita saat ini cenderung liberal, sehingga puluhan parpol dengan modal kapital kuat senantiasa ingin mendominasi hegemoni politik melalui berbagai manuver modus operandi kotornya. rakyat tak punya pilihan lain, selain memperjuangkan nasibnya sendiri. maka sebaiknya rakyat harus melawan dengan segala cara.karena itu, konsolidasikan kekuatan massa rakyat revolusioner, dan bersatulah, galang kekuatan nasional, dan rebut kembali kedaulatan rakyat yang dikooptasi oleh parpol. jadi, sokong terus gerakan perubahan besar dan mendasar: revolusi zonder kompromi!
baru-baru ini terlontar satu analisis cerdas dari prof jeffrey winters (universitas northwestern) yang berkesempatan berbicara di sebuah forum yang diselenggarakan oleh universitas gadjah mada (ugm), terkait pendapat akademiknya mengenai demokrasi yang tumbuh berkembang di indonesia dewasa ini. dikatakan, bahwa demokrasi politik saat ini cenderung mengacu pada sistem oligarki berbasiskan uang atau kekayaan elit parpol, status serta jabatan formal. dan memang, tak bisa banyak diharapkan dari demokrasi dengan sistem seperti ini.
kemiskinan struktural dan kultural menjadi problem besar di negeri ini. selama kondisi perpolitikan nasional masih berbasiskan pada kepentingan kekuasaan pragmatik, maka selama itulah kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, mustahil dapat diwujudkan. apalagi, jalannya demokrasi kita saat ini cenderung liberal, sehingga puluhan parpol dengan modal kapital kuat senantiasa ingin mendominasi hegemoni politik melalui berbagai manuver modus operandi kotornya. rakyat tak punya pilihan lain, selain memperjuangkan nasibnya sendiri. maka sebaiknya rakyat harus melawan dengan segala cara.karena itu, konsolidasikan kekuatan massa rakyat revolusioner, dan bersatulah, galang kekuatan nasional, dan rebut kembali kedaulatan rakyat yang dikooptasi oleh parpol. jadi, sokong terus gerakan perubahan besar dan mendasar: revolusi zonder kompromi!