Minggu, 07 Februari 2010

bait tujuh



(sajak mantra revolusi, karya arifin brandan ~ copyright@2010 ~ aruscitra@yahoo.com)

(7)
hur hursah revolusi! apatisisme sosial merebak. aparat, pejabat dan birokrat hanya sibuk membentengi keamanan diri dan kroni-kroninya. sibuk berdebat penting dan tidaknya mengganti mobil tunggangan menteri, renovasi sangkar anggota parlemen, renovasi pagar kerangkeng istana, standar kelayakan gaji pejabat, sementara ratusan juta rakyat hanya dibius dengan iming-iming menuju cita-cita proklamasi kemerdekaan menjadi masyarakat adil sejahtera, makmur sentosa kerta raharja. ratusan tahun silam, kolonialis eropa berduyung-duyun berlabuh di dermaga yang ramai, mengeruk dan mengangkuti kekayaan sumber daya alam eksotis negeri ibu pertiwi yang gemah ripah loh jinawi, untaian permata jambrut katulistiwa, pesona asia ratna mutu manikam, namun mengapa kini ibu pertiwi tersungkur pilu mewarisi utang negara yang menggunung, jutaan anak bangsa lari lintang pukang mencari makan di negeri orang. pesan revolusioner bung karno, sang bapak bangsa seperti tak bergema, “lebih baik hujan batu di negeri sendiri, daripada hujan emas di negeri orang..” wahai ratusan juta anak bangsa yang tak berdaya, tiupkan mantra penyembuh, mantra revolusioner: “sir sir pong dele gosong, dudu sanak dudu kadang, yen mati melo kelangan. sir sir pong, cuah! sebrat singkir kapitalis. sebrat sungkur neolib, sebrat ganyang nekolim. cuah..cuahhhh!”



(dari padepokan sunyi di kaki merapi, medio 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar